Jumat, 12 Februari 2016

Perma Mediasi 2016 Tekankan pada Iktikad Baik


Agar keberhasilan proses mediasi di pengadilan umum dan pengadian agama meningkat.



Mahkamah Agung baru saja menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang baru dirilis saat konperensi Asia Pacific Mediation Forum ke-7 di Hotel Santosa Villa & Resort, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Beleid yang diteken pada Ketua MA Hatta Ali pada 3 Februari ini merupakan revisi atau perubahan Perma No. 1 Tahun 2008 yang penerapannya dinilai belum efektif.

Ada beberapa poin penting dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 yang berbeda dengan Perma No. 1 Tahun 2008. Misalnya, jangka waktu penyelesaian mediasi lebih singkat dari 40 hari menjadi 30 hari terhitung. Kedua, kewajiban para pihak menghadiri pertemuan mediasi dengan atau tanpa kuasa hukum, kecuali ada alasan sah. Hal terpenting adanya itikad baik dan akibat hukum (sanksi) para pihak yang tidak beritikad baik dalam proses mediasi.

Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Mediasi MA, Mohammad Noor mengungkapkan ada tiga faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan proses mediasi yakni adanya iktikad tidak baik para pihak, peran kuasa hukum (advokat), dan penjelasan majelis pemeriksa perkara belum optimal yang mengakibatkan para pihak kurang paham proses mediasi.

“Belajar dari kelemahan itu, Perma No. 1 Tahun 2016 ini ditekankan pada itikad baik para pihak dalam rangka keberhasilan proses mediasi. Jadi, ide besar Perma itu bagaimana proses mediasi dilaksanakan dengan itikad baik,” ujar Mohammad Noor di sela-sela acara konperensi Asia Pacific Mediation Forum ke-7 di Hotel Santosa Villa & Resort, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (10/2).

Mohammad Noor melanjutkan pengaturan iktikad baik ini memang sudah ada dalam Perma No. 1 Tahun 2008, tetapi penjabarannya tidak detil. Perma No. 1 Tahun 2016 mewajibkan para pihak beritikad baik ketika bermediasi. Jika tidak, ada akibat hukum bagi yang tidak beritikad baik atas laporan mediator berupa putusan gugatan tidak dapat diterima disertai hukuman pembayaran biaya mediasi dan biaya perkara.

“Seperti, para pihak hadir berturut-turut dalam proses mediasi atau mengajukan usulan perdamaian dan pihak lain menanggapinya, sehingga iktikad baik ini terukur secara obyektif. Model iktikad baik ini kita adopsi yang berlaku di Kanada,” kata dia.

Noor melanjutkan, yang tak kalah penting, majelis hakim pemeriksa perkara berkewajiban menjelaskan prosedur mediasi secara jelas kepada para pihak saat sidang pertama. Termasuk memberi penjelasan dokumen-dokumen persetujuan bermediasi dengan iktikad baik yang harus ditandatangani para pihak.

Perma No. 1 Tahun 2016 juga mengenal kesepakatan sebagian pihak(partial settlement) yang terlibat dalam sengketa atau kesepakatan sebagian objek sengketanya. Berbeda dengan Perma sebelumnya apabila hanya sebagian pihak yang bersepakat atau tidak hadir mediasi dianggap dead lock (gagal). Tetapi, Perma yang baru kesepakatan sebagian pihak tetap diakui, misalnya penggugat hanya sepakat sebagian para tergugat atau sebagian objek sengketanya.

Selebihnya, kata dia, substansi Perma No. 1 Tahun 2016 hampir sama dengan Perma sebelumnya. Misalnya, prosedur mediasi bersifat wajib ditempuh, jika tidak putusan batal demi hukum; mediator bisa dari kalangan hakim ataupun nonhakim yang bersertifikat. Hanya saja, pengaturan Perma Mediasi terbaru cakupannya lebih luas dari Perma sebelumnya.

Misalnya, pengecualian perkara yang bisa dimediasikan lebih luas daripada Perma sebelumnya yakni semua jenis perkara perdata, kecuali perkara Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas keputusan KPPU, BPSK, sengketa parpol, permohonan pembatalan putusan arbitrase, perkara gugatan sederhana, dan lain-lain (Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2016).

Tingkatkan keberhasilan mediasi
Anggota Tim Pokja Mediasi MA lain, Diah Sulastri Dewi menambahkan terbitnya Perma No. 1 Tahun 2016 ini bertujuan meningkatkan keberhasilan mediasi di pengadilan umum dan pengadian agama. Kini, setiap perkara mediasi di pengadilan diharapkan akan terdata dengan baik dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi agar semua perkara yang berhasil maupun tidak berhasil dimediasi tercatat dalam administrasi perkara mediasi. Hal ini dimaksudkan agar setiap pengadilan memiliki database dalam proses mediasi.

“Nantinya, sistem data mediasi terintegrasi dengan sistem penelusuran perkara (Case Tracking System/CTS). Sebelumnya setiap perkara mediasi tidak terdata di setiap pengadilan,” ujar Diah di tempat yang sama.

Wakil Ketua PN Bale Bandung ini menjelaskan Pokja Mediasi MA yang dibentuk sejak 2013 ini telah menunjuk 9 pengadilan negeri dan 9 pengadilan agama sebagai pilot project penerapan prosedur mediasi yang baru. Selama 2015, 18 pengadilan itu cukup berhasil dalam menerapkan proses mediasi dibandingkan sebelumnya. Misalnya, di PN Depok tahun 2015 tingkat keberhasilan 25 persen dari semua perkara yang dimediasi dan Pengadilan Agama Jakarta Utara tingkat keberhasilan mediasi mencapai sekitar 70 persen.

“Mudah-mudahan setelah Perma ini di-launching hari ini, kita segera mensosialisasikan ke setiap Pengadilan Tinggi agar dapat dilaksanakan seoptimal mungkin,” harapnya.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56bc191569359/perma-mediasi-2016-tekankan-pada-iktikad-baik

HUKUM KEPAILITAN

Suatu permohonan pailit umumnya diajukan oleh kreditor yang memiliki tunggakan piutang terhadap debitor. Namun pada dasarnya selain diajukan oleh pihak kreditor, debitor yang bersangkutan juga dapat mengajukan permohonan kepailitan atas dirinya sendiri.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan dan PKPU”), yaitu:
_“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”_
Lalu, dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, tersebut juga disebutkan atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Walaupun dapat diajukan oleh 1 kreditor, namun ketentuan tersebut tidak menghilangkan persyaratan utama dimana agar debitor dapat dinyatakan pailit setidaknya memiliki 2 kreditor.
Jika yang mengajukan permohonan pailit salah seorang kreditor, maka dalam permohonan yang diajukannya perlu menjelaskan adanya kreditor-kreditor lain yang memiliki piutang terhadap debitor tersebut. Selain itu dalam proses pembuktian, kreditor yang berkedudukan sebagai pemohon pailit, harus dapat mengajukan bukti-bukti terkait piutang-piutang yang ada.
Mulai dari bukti terkait piutang yang dimiliki pemohon pailit hingga piutang yang dimiliki oleh kreditor-kreditor lainnya, yang akan dicantumkan dalam permohonan pailit. Hal ini dikarenakan saat permohonan pailit tersebut didaftarkan harus disertai dengan bukti-bukti pendukung yang ada.Prosedur tersebut jelas berbeda dengan pengajuan gugatan perdata biasa, dimana bukti-bukti baru disampaikan pada tahap pembuktian.
Adapun bukti-bukti yang perlu disiapkan antara lain yaitu:
Bukti adanya hubungan hukum (transaksi/kerjasama dan lainnya) antara kreditor (pemohon pailit) dan debitor (termohon pailit). Dapat berupa perjanjian atau kontrak, Purchase Order (PO), dan lain-lain;
Bukti adanya utang-piutang antara kreditor dan debitor, yaitu dapat berupa invoice atau surat tagihan dalam bentuk lain;
Bukti korespondensi telah adanya upaya penagihan dari kreditor kepada debitor, dapat berupa surat penagihan, surat teguran atau somasi; dan
Bukti adanya utang yang dimiliki debitor tersebut kepada 
kreditor lainnya.
Berdasarkan pengalaman kami dalam proses penyusunan dan menyiapkan bukti-bukti pada tahap Pra-Permohonan ini perlu adanya komunikasi dan kerjasama dengan kreditor lain. Hal tersebut mengingat perlu adanya bukti-bukti yang dapat menunjukkan debitor tersebut memiliki utang terhadap kreditor yang lainnya.
Pada dasarnya perkara kepailitan menganut prinsip pembuktian yang sederhana. Yaitu adanya fakta pihak debitor memiliki 2 atau lebih kreditor, serta fakta utang tersebut telah jatuh tempo dan belum dibayarkan. Sedangkan perselisihan mengenai nominal dari utang tersebut tidak membuat permohonan pailit tersebut ditolak oleh pengadilan.
Hal lain yang perlu diingat, berbeda dengan perkara perdata umum, permohonan pailit harus diajukan oleh seorang advokat. Sehingga dalam pengajuan permohonan pailit tidak dapat dilaukan oleh debitor atau kreditor itu sendiri, melainkan harus menggunakan jasa hukum seorang advokat. Hal tersebut sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.
Bila ada sedang menghadapi Kasus Utang Piutang, Anda dapat berkomunikasi dengan kami, dan Kami dapat membantu anda dalam menyelesaikan perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Niaga. Anda dapat menghubungi kami melalui e-mail olan.molang@gmail.com atau +62 813 8459 8007 / +62 821 59514482

Hukum Perdata


RANGKUMAN
POKOK-POKOK HUKUMPERDATA
Prof.Subekti,S.H.


KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Perkataan hukum perdata dalam arti luas meliputi hukum privat materiil yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Dalam arti sempit sebagai lawan hukum dagang seperti dalam pasal 102 Undang-undang Dasar Sementara yang menitahkan pembukuan (kodifikasi) hukum di Negara kita ini terhadap Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Hukum Pidana Sipil maupun Hukum Pidana Militer, Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana, dan susunan serta kekuasaan pengadilan.

Untuk mengerti keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini, perlu kita sekedar mengetahui riwayat politik Pemerintah Hindia Belanda dahulu terhadap hukum di Indonesia.

Pedoman politik bagi Pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 “indishe Staatsregeling” (sebelum itu pasal 75 Regeringreglement) yang dalam pokoknya sebagai berikut :
1)      Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan pidana) harus diletakan dalam kitab-kitab undang-undang yaitu dikodifisir.
2)      Untuk golongan bangsa Eropa dianut perundang-undangan yang berlaku di Negara Belanda (asas konkordansi).
3)      Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan Timur Asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan dan juga diperbolehkan membuat suatu peraturan baru bersama, untuk selainnya harus diindahkan aturan-aturan yang berlaku di kalangan mereka, dan boleh diadakan penyimpangan jika diminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan kemasyarakatan mereka (ayat 2).
4)      Orang Indonesia asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukan di bawah suatu peraturan bersama sengan bangsa Eropa siperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja (ayat 4).
5)      Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam undang-undang bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka yaitu hukum adat (ayat 6).
Perihal kemungkinan untuk menundukan diri pada hukum Eropa telah diatur lebih lanjut di dalam Staatsblad 1917 no.12. Peraturan ini mengenal empat macam penundukan yaitu :
a.      Penundukan pada seluruh hukum perdata Eropa
b.      Penundukan pada sebagian hukum perdata Eropa yang dimaksudkan hanya pada hukum kekayan harta benda saja (vermogensrecht, seperti yang telah dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa
c.      Penundukan mengenai suatu perbuatan hukum tertentu.
d.      Penundukan secara diam-diam menurut pasal 29.
Undang-undang Dasar di negara kita tidak mengenal adanya golongan-golongan warga negara, adanya hukum yang berlainan untuk berbagai golongan itu dianggap janggal. Kita sedang berusaha membentuk suatu kodifikasi hukum nasional. Sementara belum tercapai B.W. dan W.v.K. masih berlaku, tetapi dengan ketentuan bahwa hakim (pengadilan) dapat menganggap suatu pasal tidak berlaku lagi jika dianggapnya bertentangan dengan keadaan jaman kemerdekaan sekarang ini. Dikatakan bahwa B.W. dan W.v.K. itu tidak lagi merupakan suatu Wetboek” tetapi suatu ”rechtsboek”.


SISTEMATIK HUKUM PERDATA

Adanya kitab undang-undang hukum dagang (W.v.K.) disamping kitab undang-undang hukum perdata (B.W.) sekarang dianggap tidak pada tempatnya karena hukum dagang sebenarnya tidak lain dari hukum perdata.

Memang adanya pemisahan hukum dagang dan hukum perdata dalam perundang-undangan kita sekarang ini. Hanya terbawa oleh sejarah saja yaitu karena di dalam hukum Rumawi yang merupakan sumber terpenting dari hukum perdata di Eropa merupakan sumber terpenting dari hukum perdata di Eropa Barat belumlah terkenal hukum Dagang sebagaimana yang terletak dalam kitab undang-undang hukum dagang kita sekarang. Sebab memang dalam perdagangan internasional juga dapat dikatakan baru mulai berkembang dalam abad pertengahan.

Hukum perdata menurut ilmu hukum sekarang ini, lazim dibagi dalam empat bagian :
§  Hukum tentang diri seseorang
§  Hukum kekeluargaan
§  Hukum kekayaan
§  Hukum waris
Bagaimana sistematik yang dipakai oleh kitab Undang-undang Hukum perdata?
B.W. itu terdiri dari empat buku :
§  Buku ke I yang berkepala ”Perihal Orang” memuat hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan;
§  Buku ke II yang berkepala ”Perihal Benda” memuat hukum perbendaan serta Hukum Waris;
§  Buku ke II yang berkepala ”Perihal Perikatan” memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak yang tertentu;
§  Buku ke IV yang berkepala ”Perihal Pembuktian dan lewat Waktu (Daluarsa) memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

   III.        PERIHAL ORANG DALAM HUKUM
Dalam hukum kerkataan orang (person) berarti pembawa hak atau subjek di dalam hukum. Sekarang ini boleh dikatakan bahwa tiap manusia pembawa hak tetapi belum lama berselang masih ada budak belian yang menurut hukum tidak lebih dari suatu barang saja.

Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak mulai dari saat filahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal. Malahan jika perlu untuk kepentingannya, dapat dihitung durut hingga mulai orang itu berada dalam kandungan asal saja kemudian ia dilahirkan hidup, hal mana penting sekali berhubungan dengan warisan-warisan yang terbuka pada suatu waktu, dimana orang itu masih berada di dalam kandungan.

Tiap orang menurut hukum harus mempunyai tempat tinggal. Tempat tersebut dinamakan domicili. Juga badan hukum harus mempunyai tempat kedudukan tertentu.

Biasanya orang mempunyai domicili di tempat kediaman pokok. Tetapi bagi orang yang tidak mempunyai tempat kediaman tertentu, domicili dianggap berada di tempat ia sungguh-sungguh berada. Pengertian rumah kematian yang sering dipakai dalam undang-undang tidak lain seperti ”domicili penghabisan” dari seorang yang meninggal.

Pengertian ini, penting untuk menentukan hukum mana yang berlaku dalam soal warisannya, hakim mana yang berkuasa mengadili perkara tentang warisan itu dan oenting pula berhubung dengan peraturan yang memperkenankan kepada orang-orang yang menghutangkan si meninggal untuk menggugat seluruh ahli waris pada rumah kematian tersebut dalam waktu enam bulan sesudah meninggalnya orang itu.

 HUKUM PERKAWINAN
Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan demikian pasal 26 B.W.
Syarat-syarat untuk dapat sahnya perkawinan, ialah :
1)      kedua pihak harus telah mencapai umur yang ditetapkan dalam undang-undang yaitu untuk seorang lelaki 18 tahun dan untuk seorang perempuan 15 tahun;
2)      harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak;
3)      untuk seorang perempuan yang sudah pernah kawin harus lewat 300 hari dahulu sesudahnya putusan perkawinan pertama;
4)      tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedua pihak;
5)      untuk pihak yang masih si bawah umur, harus ada izin dari orang tua atau walinya.
Sebelum perkawinan dilangsungkan harus dilakukan terlebih dahulu :
§  pemberitahuan tentang kehendak akan kawin kepala Pegawai Pencatatan Sipil yaitu pegawai yang nantinya akan melangsungkan pernikahan.
§  Pengumuman oleh pegawai tersebut tentang akan dilangsungkan pernikahan itu.
Surat-surat yang harus diserahkan kepada Pegawai pencatatan Sipil agar dapat melangsungkan pernikahan ialah :
1)      surat kelahiran masing-masing pihak
2)      surat pernyataan dari Pegawai Pencatatan Sipil tentang izin orang tua, izin mana juga dapat diberikan dalam surat perjanjian sendiri yang akan dibuat itu.
3)      proses verbal dari mana ternyata perantaraan ini dibutuhkan
4)      surat kematian suami atau istri atau putusan perceraian perkawinan lama
5)      surat keterangan dari Pegawai Pencatatan Sipil yang menyatakan telah dilangsungkan pengumuman dengan tiada perlawanan dari sesuatu pihak
6)      dispensasi dari presiden (Menteri Kehakiman) dalam hal ada suatu larangan untuk kawin.
Pada asasnya suatu perkawinan harus dibuktikan dengan surat perkawinan. Hanya apabila daftar-daftar pencatatan sipil telah hilang diserahkan kepada hakim untuk menerima pembuktian secara lain asal saja menurut keadaan yang nampak keluar dua orang lelaki perempuan sapat dipandang sebagai suami istri atau menurut perkataan undang-undang : asal ada suatu ”bezit van den huwelijken staat”.


             HUKUM KEKELUARGAAN
Seorang anak sah ialah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya. Kepastian seorang anak sungguh-sungguh anak ayahnya tentu sukar didapat.

Pembuktian keturunan dilakukan dengan surat kelahiran yang diberikan oleh Pegawai Pencatatan Sipil. Jika tidak mungkin didapatkan surat kelahiran, hakim dapat memakai bukti-bukti lain asal saja keadaan yang nampak keluar, menunjukan adanya hubungan seperti antara anak dengan orang tuanya.

Kekuasaan orang tua (ouderlijke macht)
Seorang anak sah sampai pada waktu ia mencapai usia dewasa atau kawin, berada di bawah kekuasaan orang tuanya, selama kedua orang tuanya terkait dalam hubungan perkawinan. Dengan demikian, kekuasaan orang tua itu mulai berlaku sejak lahirnya anak atau sejak hari pengesahannya dan berakhir pada waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin, atau pada waktu perkawinan orang tuanya dihapuskan.

Kekuasaan orang tua, terutama berisi kewajiban untuk medidik dan memelihara anaknya. Pemeliharaan meliputi pemberian nafkah, pakaian dan perumahan.

Selanjutnya kekuasaan orang tua tidak saja meliputi diri si anak, tetapi juga meliputi benda atau kekayaan si anak itu. Apabila si anak mempunyai kekayaan sendiri, kekayaan ini diurus oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Hanya yaitu mengenai benda-benda tidak bergerak, surat-surat penagihan yang tidak boleh dijual sebelum mendapat izin dari hakim.

Perwalian (Voogdij)
Perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang dibawah umur, yang tidak berasa di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undang-undang. Dengan demikian berada di bawah perwalian; anak yang berada di bawah perwalian adalah :
§  anak yang sah kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua;
§  anak sah yang orang tuanya telah cerai;
§  anak yang lahir di luar perkawinaan.

Pendewasaan (handlichting)
Dalam hal-hal yang sangat penting, adakalanya dirasa perlu untuk mempersamakan seorang anak yang masih si bawah umur dengan seorang yang sudah dewasa, agar anak tersebut dapat bertindak sendiri di dalam pengurusan kepentingan-kepentingannya. Untuk memenuhi keperluan tersebut, diadakan peraturan tentang handlichting ialah suatu pernyataan tentang seorang yang belum mencapai usia dewasa sepenuhnya atau hanya untuk beberapa hal saja dipersamakan dengan seorang yang sudah dewasa.

Permohonan untuk persamakan sepenuhnya dengan seorang yang sudah dewasa, dapat diajukan oleh seorang anak yang sudah berumur 20 tahun kepada presiden, dengan melampirkan surat kelahiran atau lain-lain bukti yang menyatakan, ia telah mencapai umur tersebut. Presiden akan menberikan keputusannya setelah mendapat nasihat dari MA yang untuk itu akan mendengar orang-orang tua anak tersebut dan lain anggota keluarga yang dianggap perlu. Begitu juga dalam hal si pemohon berada dibawah perwalian, wali dan wali pengawas akan didengar juga.

Curatele
Orang yang sudah dewasa, yang menderita sakit ingatan menurut undang-undang harud ditaruh dibawah pengawasan. Selanjutnya diterangkan bahwa seorang dewasa juga dapat ditaruhkan di bawah curatele dengan alasan bahwa ia mengobral kekayaan.

Dalam hal seorang sakit ingatan, tiap anggota keluarga berhak untuk meminta curatele itu, sedangkan terhadap seorang dilakukan oleh anggota-anggota keluarga yang sangat dekat saja. Dalam kedua hal itu seorang suami atau isteri selalu dapat meminta curetele terhadap isteri atau suaminya. Selanjutnya pikirannya sehingga tidak mampu untuk mengurus sendiri kepentingan-kepentingannya, dapat juga mengajukan permohonan supaya menderita sakit ingatan, hingga membahayakan umum. Jaksa diwajibkan meminta curetele bila ternyata belum ada permintaan dari suatu pihak.

Permintaan untuk menaruh seorang di bawah curetele harus siajukan kedapa pengadilan negeri dengan menguraikan peristiwa-peristiwa yang menguatkan persangkaan tentang adanya : alasan-alasan untuk menaruh orang tersebut dibawah pengawasan, dengan disertai bukti-bukti dan saksi-saksi yang dapat diperiksa oleh hakim. Pengadilan akan mendengar saksi-saksi ini, begitu pada anggota-anggota keluarga dari orang yang dimintakan curetele itu dan akhirnya orang itu sendiri akan diperiksa.

Orang yang hilang
Jikalau seorang meninggalkan tempat tinggalnya dengan tidak memberikan kuasa pada seseorang untuk mengurus kepentingan-kepentingannya itu sedangkan kepentingan-kepentingan itu harus diurus atau orang itu harus diwakili, maka atas permintaan orang yang berkepentingan ataupun atas permintaan jaksa, hakim untuk sementara dapat memerintahkan Balai Harta Peninggalan (Wesskamer) untuk mengurus kepentingan-kepentingan orang yang bepergian itu dan dimana perlu mewakili orang itu. Jika kekayaan orang yabg bepergian itu terlalu besar, maka pengurusannya cukup diserahkan juga kepada anggota-anggota keluarga yang ditunjuk oleh hakim. Wesskamer berkewajiban, jika perlu menyegel dulu kekayaan itu, membuat pencatatan tentang benda-benda tersebut dan seterusnya akan diperlakukan menurut peraturan yang berlaku bagi pengurusan harta benda seorang yang masih dibawah umur. Tiap tahun Wesskamer harus pula memberi pertanggungjawab kepada Kejaksaan Negeri setempat.

   VI.        
             HUKUM BENDA
Tentang benda pada umumnya Pengertian yang paling luas dari perkataan benda ”zaak” ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Ada juga pekataan benda itu dipakai dalam arti yang sempit yaitu sebagai barang dapat terlihat saja. Ada lagi dipakai jika yang dimaksudkan kekayaan seseorang.

Undang-undang membagi benda-benda dalam beberapa macam :
§  Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti
§  Benda yang dapat diperdagangkan dan yang tidak dapat diperdagangkan atau diluar perdagangan.
§  Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
§  Benda yang dapat bergerak dan yang tidak bergerak.

Tentang hak-hak kebendaan
Suatu hak kebendaan ialah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Ilmu hukum dan perundang-undangan telah lama membagi segala hak-hak manusia atas hak-hak kebendaan dan hak-hak perseorangan.

Bezit
Suatu hal yang khusus dalam hukum barat ialah adanya pengetian bezit sebagai hak kebendaan disampingnya atau sebagai lawannya pengertian eigendom atau hak milik atas sesuatu benda.

Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaan sendiri, yang oleh hukum siperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.

Perolehan bezit atas benda yang tak bergerak hanya dengan suatu pernyataan belaka, mungkin menurut undang-undang dalam hal-hal berikut :
1.       jika orang yang akan mengambil alih bezit itu sudah memegang benda tersebut sebagai houder.
2.       Jika ornag yang mengoperkan bezit itu, berdasarkan suatu perjanjian dibolehkan tetap memegang benda itu sebagai houder.
3.       Jika benda yang harus dioperkan bezitnya dipegang seorang pihak ketiga dan orang ini degan persetujuannya bezitter lama mengatakan bahwa untuk seterusnya ia akan memegang benda itu sebagai bezitter baru atau kepada irang tersebut diberitahukan oleh bezitter lama tentang adanya pengoperan bezit ini.

Eigendom
Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Seorang yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan merusak) adal saja ia tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain.

Menurut pasal B.W. eigendom hanyalah dapat diperoleh fengan jalan : perjanjian; natrekking; lewat waktu; pewarisan; penyerahan.

Dalam zaman sekarang yang terpenting ialah cara paling akhir disebutkan itu, yaitu penyerahan. Perkataan penyerahan mempunyai dua arti. Pertama perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka. Kedua perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik tersebut nampak dalam pemindahan hak milik atas benda yang tak bergerak karena pemindahan itu tidak cukup dilaksanakan dengan pengoperan kekuasaan belaka, melainkan harus pula dibuat suatu surat penyerahan yang harus fikutip dalam daftar eigendom.

Hak-hak kebendaan di atas benda orang lain :

Erfdienstbaarheid atau servituut
Yang dimaksud dengan erfdienstbaarheid ialah suatu beban yang diletakan di atas suatu pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan lain yang berbatasan.

Hak Opstal
Hak opstal adalah suatu hak untuk memiliki bangunan-bangunan atau tanaman-tanaman di atas tanahnya orang lain. Hak kebendaan ini, dapat dipindahkan pada orang lain dan dapat juga dipakai sebagai jaminan hutang.

Hak Erfpacht
Hak erfpacht adalah suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan seluas-luasnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik orang lain dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun. Semua hak si pemilik tanah dijalankan oleh orang yang memegang Hak Erfpacht dan pengakuan terhadap hak si pemilik hanya berupa pembayaran ”canon” tersebut.

Vruchtgebruik
Vruchtgebruik adalah suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan dari suatu benda orang lain, seolah-olah benda itu kepunyaan sendiri, degan kewajiban menjaga supaya benda tersebut tetap dalam keadaannya semula.

Pand dan Hypotheek
Kedua hak kebendan ini, memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi untuk dijadikan jaminan bagi hutang seseorang. Pandrecht Menurut B.W.


Pandrecht
adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain. Yang semata-mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebu, dengan tujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari pendapatan penjualan benda itu.

Hypotheek
Hypotheek adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tidak bergerak bertujuan mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan) benda itu

Hak reklame
Sebagaimana diterangkan, seorang penjual barang bergerak yang belum menerima pembayaran harga barangnya, mempunyai suatu penagihan yang diberikan kedudukan istimewa atas hasil penjualan barang tersebut,jikalau barang itu masih berada di tangan si berhutang, yaitu si pembeli. Hak tersebut diberikan si penjual barang dengan tidak dibedakan apakah penjualan telah diplakukan dengan tunai atau dengan kredit.

 VII.             HUKUM WARIS
Perihal warisan pada umumnya Menurut undang-undang ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu :
1)      sebagai ahli waris menurut ketentuan undang-undang.
2)      Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament).
Cara yang pertama dinamakan mewarisi menurut undang-undang atau ”ab intestato”. Cara yang kedua dimanakan mewarisi secara ”testamentair”.

Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukumkekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.

Dalam hal mewarisi menurut undang-undang (ab intestato) kita dapat membedakan antara orang-orang yang mewarisi ”uit eigen hoofde” dan ia dikatakan mewarisi ”bij plaatsvervulling”. Jika sebenarnya seorang lain yang berhak atas suatu bagian warisan, tetapi orang itu meninggal lebih dahulu daripada orang yang meninggalkan warisan. Apabila beberapa orang sama-sama mengantikan seseorang makad ikatakan mereka itu mewarisi ” bij plaatsvervulling” karena mereka itu bersama-sama merupakan suatu ”staak” atau cabang. Makin banyak anggota suatu cabang, semakin sedikit bagian masing-masing. Dalam suatu cabang dapat terjadi satu atau beberapa cabang lagi.

Hak mewarisi menurut undang-undang
Siapa yang berhak mewarisi harta peninggalan seseorang diatur sebagai berikut oleh undang-undang. Untuk menetapkan itu, anggota-anggota keluarga si meninggal, dibagi dalam berbagai golongan. Jika terdapat orang-orang dari golongan pertama, mereka itulah yang bersama-sama berhak mewarisi semua harta peninggalan. Sedangkan anggota keluarga lainnya tidak dapat bagian satu pun. Jika tidak terdapat anggota keluarga dari golongan pertama itu, barulah orang-orang yang termasuk golongan kedua tampil ke nuka sebagai ahli waris. Seterusnya, jika tidak terdapat keluarga dari golongan kedua, barulah orang-orang golongan ketiga tampil ke muka.

Menerima atau menolak warisan
Jika terbuka suatu warisan, seorang ahli waris dapat memilih apakah ia akan menerima atau menolak warisan itu, atau ada pula kemungkinan untuk menerima tetapi dengan ketentuan ia tidak akan diwajibkan membayar hutang-hutang si meninggal, yang melebihi bagiannya dalam warisan itu.

Perihal wasiat atau testament
Suatu wasiat ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal. Pada asasnya suatu pernyataan yang demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh orang yang menbuatnya.

Fidei-commis
Fidei-commis ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris dengan ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu waktu apabila si waris itu sendiri telah meninggal, warisan itu harus diserahkan kepada seorang lain yang sudah ditetapkan dalam testament. Orang yang akan menerima warisan terkemudian ini dinamakan ”verwachter”.

Legitieme portie
Sebagaimana telah diterangkan, para ahli waris dalam garis rancang baik ke bawah maupun ke atas, berhak atas suatu ”legitieme portie” yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninngalkan warisan. Dengan kata lain mereka itu tidak dapat ”onterfd”.

Perihal pembagian warisan
Jika beberapa orang waris bersama-sama memperoleh suatu warisan, maka awarisan ini tentunya pada suatu waktu akan dibagi. Peraturan-peraturan yang temuat dalam buku II B.W. perihal boedelscheiding (pasal 1066 dsl) oleh undang-undang ditetapkan berlaku untuk segala macam pembagian dari tiap kekayaan bersama yang belum terbagi. Jadi tidak saja untuk pembagian warisan tetapi juga misalnya untuk pembagian kekayaan bersama yang terjadi karena perkawinan atau karena beberapa orang bersama-sama telah mendirikan suatu persekutuan dagang. Karena itu, perkataan ”boedel-scheiding” dapat diartikan sebagai suatu perbuatan hukum yang bermaksud untuk mengakhiri suatu keadaan, dimana terdapat suatu kekayaan bersama yang belum terbagi.

Executeur-testamentair dan bewindvoerder
Orang yang akan meninggalkan wrisan, berhak untuk menunjuk seorang atau beberapa orang executeur-testamentair atau pelaksana wasiat yang ditugaskan mengawasi bahwa surat wasiat itu sungguh-sungguh dilaksanakan menurut kehendak si meninggal. Penunjukan tersebut, dapat dilakukan di dalam surat wasiat sendiri.

Orang yang akan meninggalkan warisan berhak pula dalam surat wasiatnya atau dalam suatu akte notaris khusus menentukan bagian warisan salah seorang ahli waris atau benda yang diberikannya kepada seorang legataris selama hidupnya ahli waris atau legataris tersebut atau suatu waktu tertentu ditaruh bawah kekuasaan seorang bewindvoerder yang ditugaskan untuk mengurus kekayaan itu sedangkan ahli waris atau legataris tersebut hanya dapat menerima penghasilannya saja dari kekayaan tersebut.

Harta peninggalan yang tidak terurus
Jika ada suatu warisan terbuka dan tiada seorang pun yang tampil ke depan sebagai ahli waris atau orang-orang yang terkena sebagai ahli waris semuanya menolak warisan itu, maka harta peninggalan itu dianggap tidak terurus. Dalam hal yang demikian, Balai Harta Peninggalan dengan tidak usah menunggu perintah dari hakim, wajib mengurus warisan itu dan waktu mengambil pengurusan warisan itu Weeskamer harus memberitahunya kepada kejaksaan negeri setempat.

VIII.            HUKUM PERJANJIAN
Perihal perikatan dan sumber-sumbernya Buku III B.W. berjudul ”perihal Perikatan”. Perkataan perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian.sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian yaitu perihal perikatan yang timbul dari hal yang melanggar hukum dan perihal perikatan yang timbul adari pengurus kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan. Adapun yang dimaksud dengan perikatan oleh Buku III B.W. itu ialah: suatu hubungan hulum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut banrang sesuatu dari yang lainnya sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.

Sistem Buku III B.W.
Buku III B.W, terdiri atas suatu bagian umum dan suatu bagian khusus. Bagian umum memuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Bagian khusus memuat peraturan-peraturan mengenai perjanjian-perjanjian yang banyak dipakai dalam masyarakat dan yang sudah mempunyai nama-nama tertentu misalnya jual beli, sewa menyewa, perjanjian perburuhan, maatschap, pemberian dsb.

Macam-Macam Perikatan
Bentuk perikatan yang paling sederhana ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya disamping bentuk yang paling sederhana itu terdapat berbagai macam perikatan lain yaitu:
1)      Perikatan bersyarat (Voorwaardelijk)
2)      Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (Tijdsbepaling)
3)      Perikatan yang membolehkan memilih (Alternatief)
4)      Perikatan tanggung menanggung (Hoofdelijk atau solidair).
5)      Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dibagi.
6)      Perikatan dengan penetapan hukuman (Strafbeding)

Perikatan-perikatan yang lahir dari Undang-Undang
Sebagaimana telah diterangkan, suatu perikatan dapat lahir dari undang-undang atau dari persetujuan. Perikatan-perikatan uang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas :
1)      yang lahir dari undang-udang saja
2)      yang lahir dari undang-undang karena perbuatan seorang, sedangkan perbuatan orang ini dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan, atau yang melanggar hukuman (onrechtmatig)
Yang dimaksud dengan perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang saja ialah perikatan-perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan. Jadi yang terdapat dalam B.W. misalnya kewajiban seorang anak yang mampu untuk memberikan nafkah pada orang tuanya yang berada dalam keadaan kemiskinan.
Perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian
Untuk suatu perjanjian yang sah harus terpenuhi empat syarat yaitu :
1)      perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan diri
2)      kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3)      suatu hal tertentu yang diperjanjikan
4)      suatu sebab (”oorzaak) yang halal, artinya tidak terlarang (pasal 1320).
Perihal resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa
Kata resiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada suatu kejadian di luar kesalah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian. Bagaimana resiko ini dalam B.W.?
Pasal 1237 menetapkan bahwa dalam suatu perjanjian mengenai pemberian suatu barang tertentu, sejak lahirnya perjanjian itu barang tersebut sudah menjadi tanggungan orang yang berhak menagih penyerahannya. Yang dimaksudkan oleh pasal tersebut ialah suatu perjanjian yang meletakan kewajiban hanya pada suatu pihak saja, misalnya suatu schenking. Jadi jikalau seseorang menjanjikan akan memberikan seekor kuda dan kuda ini sebelum diserahkan mati karena tersambar petir, maka perjanjian dianggap hapus. Orang yang harus menyerahkan kuda bebas dari kewajiban untuk menyerahkan. Ia pun tidak usah memberikan sesuatu kerugian dan akhirnya yang menderita kerugian ini ialah orang yang akan menerima kuda itu.

Apakah yang dapat dituntut dari seorang debitur yang lalai?
Si berpiutang dapat memilih antara berbagai kemungkinan.

Pertama, ia dapat meminta pelaksanaan perjanjian meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat.

Kedua, ia dapat meminta penggantian kerugian saja yaitu kerugian yang dideritanya karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya.

Ketiga, ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.

Keempat, dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan permintaan penggantian kerugian.

Prof.Subekti.SH    Cetakan XXXI