Yurisprudensi Perdata
Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I
Putusan Ma
No.2356 K/Pdt/2008, Tertanggal 18 Februari 2009 Berbunyi : Perjanjian Jual Beli
yang dibuat dibawah tekanan & keadaan terpaksa adalah merupakan “Misbruik
Van Omstandigheiden” yang dapat mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan,
karena tidak lagi memenuhi unsur-unsur Pasal 1320 KUH-Perdata yaitu tidak
adanya kehedak yang bebas dari salah satu pihak.
Putusan MA No.665 K/Sip/1973 terbit 1973 berbunyi : “satu surat bukti saja
tanpa dikuatkan oleh alat bukti lain tidak dapat diterima sebagai pembuktian”.
Putusan MA
No.84 K/Sip/1973 Tanggal 25 Juni 1973 berbunyi : “Catatan dari buku desa
(letter C) tidak dapat dipakai sebagai bukti hak milik jika tidak disertai
dengan bukti-bukti Lain”.
Putusan MA
No.3609 K/ Pdt/1985 dan Putusan MA No.112 K/ Pdt/1996 : Dinyatakan bahwa surat
bukti fotocopy yang tidak pernah diajukan atau tidak pernah ada surat aslinya,
tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah dan harus dikesampingkan”.
Putusan MA
No.126 K/Sip/1976, Tanggal 4 April 1978 berbunyi : “Untuk sahnya jual beli
tanah tidak mutlak harus dengan kata yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat
pembuat akta tanah, akta pejabat ini hanyalah suatu alat bukti”.
Putusan MA No.554 K/Sip/1976, Tanggal 26 Juni 1979 berbunyi : “Berdasarkan
Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10/1961 setiap pemindahan hak atas tanah
harus dilakukan dihadapan pejabat akta tanah setidak-tidaknya di hadapan Kepala
Desa yang bersangkutan”
Putusan MA No.237 K/Sip/1968 : “Jual beli tanah yang dilakukan
terang-terangan di muka Pejabat Desa harus dilindungi”.
Putusan MA
No.327 K/Sip/1976 Terbit 1977 Halaman 53-57 Berbunyi : “Ketentuan mengenai
sertifikat tanah sebagai tanda atau bukti hak milik tidaklah mengurangi hak
seseorang untuk membuktikan bahwa sertifikat yang bersangkutan adalah tidak
benar”.
Putusan MA
No.4/Sip/1958 tanggal 13 Desember 1958 : “Bahwa ikutnya sertanya Kepala Desa
dalam jual beli tanah bukanlah syarat mutlak dalam Hukum Adat, tetapi hanya
suatu faktor yang menyakinkan bahwa jual beli yang bersangkutan adalah Sah”.
Putusan
MA No.556 K/Sip/1973 tanggal 21 Agustus 1974 yang menyatakan “Kalau objek
gugatan tidak jelas, maka gugatan tidak dapat diterima”;
Putusan MA
No.1149 K/Sip/1975 tanggal 17 April 1979 yang menyatakan “Karena dalam surat
gugatan tidak disebutkan jelas letak/ batas-batas tanah sengketa, gugatan tidak
dapat diterima”;
Putusan MA No.1159 K/PDT/1983 tanggal 23 Oktober 1984 yang menyatakan
“gugatan yang tidak menyebutkan batas-batas objek sengketa dinyatakan obscuur
libel dan gugatan tidak daat diterima”.
Putusan MA No.4
K/SIP/1958 tanggal 19 Desember 1958 yang menyatakan “Bahwa ikut sertanya Kepala
Desa dalam jual-beli tanah bukanlah syarat mutlak dalam Hukum Adat, tetapi
hanya suatu faktor yang meyakinkan bahwa jual-beli yang bersangkutan adalah
SAH.
Putusan MA RI
No.81 K/Sip/1971, Tgl 9 Juli 1973, Menyatakan : ”Bahwa karena tanah yang
dikuasai Tergugat ternyata tidak sama batas-batas dan luasnya dengan yang
tercantum dalam gugatan, maka gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima“.
Putusan
MA RI No.663 K/Sip/1971, Tgl 6 Agustus 1971 Jo. Putusan MARI No.1038 K/Sip/1972, Tgl 1
Agustus 1973, Menyatakan : “Turut Tergugat adalah seseorang yang tidak
menguasai sesuatu barang akan tetapi demi formalitas gugatan harus dilibatkan
guna dalam petitum sebagai pihak yang tunduk dan taat pada putusan hakim
perdata.”
Putusan MA RI
No.144 K/Sip/1973, Tgl 27 Juni 1973, Menyatakan : “Putusan declaratoir
Pengadilan Negeri mengenai penetapan ahli waris/ warisan bukan merupakan nebis
in idem”.
Putusan MA RI
No.102 K/Sip/1968, Menyatakan : “Bila ternyata pihak-pihak berbeda dengan
pihak-pihak dalam perkara yang sudah diputus terlebih dahulu, maka tidak ada
nebis in idem”.
Unsur-unsur nebis in idem : Objek tuntutan sama; Alasan yang sama; Subjek gugatan
sama.
Putusan MARI
No.67 K/Sip/1975, Tgl 13 Mei 1975, Menyatakan : “ Petitum tidak sesuai dengan
posita, maka permohonan kasasi dapat diterima dan putusan Pengadilan Tinggi dan
Pengadilan Negeri dibatalkan”.
Putusan MA RI No.556 K/Sip/1971, Tgl 10 November 1971 jo Putusan MA RI No.
1245 k/Sip/1974,tgl. 9 November 1976, Menyatakan : “Putusan yang mengabulkan
lebih dari yang dituntut, diizinkan selama hal itu masih sesuai dengan keadaan
materil, asal tidak menyimpang daripada apa yang dituntut dan putusan yang
hanya meminta sebagian saja, sesuai putusan MA No. 339 k/Sip/1969”
Putusan MA RI
No.565 K/Sip/1973, Tgl 21 Agustus 1974, Menyatakan : “Kalau objek gugatan tidak
jelas, maka gugatan tidak dapat diterima”.
Putusan MA RI
No.1149 K/Sip/1979, Tgl 17 April 1979, Menyatakan : “Bila tidak jelas
batas-batas tanah sengketa, maka gugatan tidak dapat diterima”.
Putusan MA RI
No.753 K/Sip/1973, Tgl 22 April 1975, Menyatakan : “Keberatan yang diajukan
Penggugat untuk Kasasi; bahwa Pengadilan Negeri telah menjatuhkan putusan sela
yang merupakan putusan provisionil menyimpang dan melebihi dari surat gugatan,
sebab tuntutan provisionil semacam itu tidak pernah diajukan oleh Penggugat
asal, tidak dapat diterima karena hal itu menyebabkan batalnya putusan judex
facti”.
Putusan MARI No.425 K/Sip/1975, Tgl 15 Juli 1975, Menyatakan : “Mengabulkan
lebih dari petitum diizinkan, asal saja sesuai dengan posita. Disamping itu
dalam hukum acara yang berlaku di Indonesia, baik hukum acara pidana /perdata,
hakim bersifat aktif”.
Putusan MARI
No.992 K/Pdt/1995, Tgl 31 Oktober 1997, Menyatakan : “Status Keperdataan
principal tidak dapat dialihkan kepada guarantor diluar tuntutan pembayaran
hutang karena penjamin selamanya adalah penjamin atas hutang prinsipal yang
tidak mampu membayar hutang, maka kepada diri guarantor tidak dapat dimintakan
pailit, sedangkan yang dapat dituntut hanyalah pelunasan hutang prinsipal”.
Putusan MARI
No.126 K/Sip/1976, Tgl 4 April 1978, Menyatakan : “Untuk sahnya jual beli tanah
tidak mutlak harus dengan kata yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat pembuat
akta tanah, akta pejabat ini hanyalah suatu alat bukti”.
Putusan MARI No.554 K/Sip/1976, Tgl 26 Juni 1979, Menyatakan : “Berdasarkan
Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10/1961 setiap pemindahan hak atas tanah
harus dilakukan di hadapan pejabat akta tanah setidak-tidaknya di hadapan
Kepala Desa yang bersangkutan”.
Putusan MARI No. 204 K/Sip/1973, Tgl 11 Juni 1973, Menyatakan : bahwa suatu
surat bukti yang berisi keterangan warisan yang dibuat secara sepihak oleh
seorang waris yaitu orang yang mempunyai kepentingandan menjadi salah satu
pihak dalam perkara haruslah dikesampingkan”.
Putusan MARI
No.964 K/Pdt/1986, Tgl 1 Desember 1988, Menyatakan : “Apabila suatu surat bukti
yang diajukan dalam persidangan Pengadilan, yang oleh Hakim tidak dapat
disesuaikan dengan aslinya, karena surat aslinya telah hilang, maka apbila foto
copy surat bukti tersebut tanda tanganya diakui pihak lawan, maka surat bukti
berupa foto copy ini dapat diterima sebagai alat bukti menurut hukum”.
Putusan MARI No. 695 K/Sip/1969, Tgl 12 Agustus 1970, Menyatakan : bahwa
seseorang yang bertahun-tahun lamanya menguasai dan tinggal dengan tidak ada
gangguan apa-apa dapat dianggap sebagai pemilik tanah itu”.