Hukum Kepailitan


Suatu permohonan pailit umumnya diajukan oleh kreditor yang memiliki tunggakan piutang terhadap debitor. Namun pada dasarnya selain diajukan oleh pihak kreditor, debitor yang bersangkutan juga dapat mengajukan permohonan kepailitan atas dirinya sendiri.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan dan PKPU”), yaitu:
_“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”_
Lalu, dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, tersebut juga disebutkan atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Walaupun dapat diajukan oleh 1 kreditor, namun ketentuan tersebut tidak menghilangkan persyaratan utama dimana agar debitor dapat dinyatakan pailit setidaknya memiliki 2 kreditor.
Jika yang mengajukan permohonan pailit salah seorang kreditor, maka dalam permohonan yang diajukannya perlu menjelaskan adanya kreditor-kreditor lain yang memiliki piutang terhadap debitor tersebut. Selain itu dalam proses pembuktian, kreditor yang berkedudukan sebagai pemohon pailit, harus dapat mengajukan bukti-bukti terkait piutang-piutang yang ada.
Mulai dari bukti terkait piutang yang dimiliki pemohon pailit hingga piutang yang dimiliki oleh kreditor-kreditor lainnya, yang akan dicantumkan dalam permohonan pailit. Hal ini dikarenakan saat permohonan pailit tersebut didaftarkan harus disertai dengan bukti-bukti pendukung yang ada.Prosedur tersebut jelas berbeda dengan pengajuan gugatan perdata biasa, dimana bukti-bukti baru disampaikan pada tahap pembuktian.
Adapun bukti-bukti yang perlu disiapkan antara lain yaitu:
Bukti adanya hubungan hukum (transaksi/kerjasama dan lainnya) antara kreditor (pemohon pailit) dan debitor (termohon pailit). Dapat berupa perjanjian atau kontrak, Purchase Order (PO), dan lain-lain;
Bukti adanya utang-piutang antara kreditor dan debitor, yaitu dapat berupa invoice atau surat tagihan dalam bentuk lain;
Bukti korespondensi telah adanya upaya penagihan dari kreditor kepada debitor, dapat berupa surat penagihan, surat teguran atau somasi; dan
Bukti adanya utang yang dimiliki debitor tersebut kepada 
kreditor lainnya.
Berdasarkan pengalaman kami dalam proses penyusunan dan menyiapkan bukti-bukti pada tahap Pra-Permohonan ini perlu adanya komunikasi dan kerjasama dengan kreditor lain. Hal tersebut mengingat perlu adanya bukti-bukti yang dapat menunjukkan debitor tersebut memiliki utang terhadap kreditor yang lainnya.
Pada dasarnya perkara kepailitan menganut prinsip pembuktian yang sederhana. Yaitu adanya fakta pihak debitor memiliki 2 atau lebih kreditor, serta fakta utang tersebut telah jatuh tempo dan belum dibayarkan. Sedangkan perselisihan mengenai nominal dari utang tersebut tidak membuat permohonan pailit tersebut ditolak oleh pengadilan.
Hal lain yang perlu diingat, berbeda dengan perkara perdata umum, permohonan pailit harus diajukan oleh seorang advokat. Sehingga dalam pengajuan permohonan pailit tidak dapat dilaukan oleh debitor atau kreditor itu sendiri, melainkan harus menggunakan jasa hukum seorang advokat. Hal tersebut sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.
Bila ada sedang menghadapi Kasus Utang Piutang, Anda dapat berkomunikasi dengan kami, dan Kami dapat membantu anda dalam menyelesaikan perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Niaga. Anda dapat menghubungi kami melalui e-mail olan.molang@gmail.com atau +62 813 8459 8007 / +62 821 59514482