Selasa, 11 Oktober 2016

Dukung Bantuan Hukum untuk Masyarakat

Dewan Hearing Bersama Posbakumadin


BANTUAN HUKUM: Rudi P Mangunsong memimpin hearing dengan Posbakumadin Tanjung Redeb di ruang rapat gabungan DPRD Berau, Senin (10/10) kemarin.


PROKAL.COTANJUNG REDEB – Jajaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Berau, menggelar hearing dengan Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (Posbakumadin) Tanjung Redeb, membahas persoalan bantuan hukum untuk masyarakat, di ruang rapat gabungan DPRD Berau, Senin (10/10).
Rapat yang dipimpin Ketua Badan Legislasi DPRD Berau Rudi P Mangunsong, didampingi anggota Komisi II M Yunus dan Eli Esar Kombong, serta anggota Komisi III Warsito, dihadiri Ketua Umum Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradin) Roupan Rambe, Ketua Posbakumadin Tanjung Redeb Pius Pati Molan, dan pengurus Posbakumadin Tanjung Redeb lainnya.
Dijelaskan Pius Pati Molan, anggaran Posbakumadin yang berasal dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI sebesar Rp 90 juta, tidak cukup untuk menutupi operasional Posbakumadin Tanjung Redeb selama setahun. Bahkan, hingga Juni tahun ini, anggaran operasional Posbakumadin telah habis, setelah mendampingi 201 perkara yang melibatkan masyarakat. Sehingga, perkara-perkara masyarakat yang mendapat pendampingan Posbakumadin selanjutnya, tidak lagi terdapat anggarannya.
“Anggaran Posbakumadin dari pusat sudah over kuota,” kata Pius saat hearing.
Diharapkan, dengan dukungan DPRD Berau, Pemkab Berau bisa mengalokasikan anggaran untuk Posbakumadin Tanjung Redeb. “Karena dengan over kuota tadi, pelayanan hukum yang kami berikan juga tidak bisa maksimal,” terangnya.
Pius mengharapkan, DPRD Berau bisa berinisiatif menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) tentang bantuan hukum, guna membantu Posbakumadin Tanjung Redeb menjalankan fungsinya memberikan pelayanan dan pendampingan hukum kepada masyarakat. “Kita harap raperda ini lahir dari inisiatif dewan,” ujarnya.
Rudi P Mangunsong yang menjadi pimpinan rapat menjelaskan, anggaran Rp 90 juta dari pusat memang sangat terbatas jika melihat kondisi geografis Kabupaten Berau. “Memang tidak bisa disamakan kondisi geografisnya seperti daerah-daerah di Pulau Jawa,” jelas Rudi.
Apalagi dengan jumlah kasus yang mendapat pendampingan Posbakumadin di Berau cukup banyak. “Intinya bagaimana kita berperan memberikan bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu. Bagaimana dengan jumlah kasus yang besar, kita bisa berkontribusi,” terang politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Menurutnya, raperda bantuan hukum tersebut adalah pemikiran yang luar biasa. Yang bisa memberikan dasar hukum kepada Pemkab Berau untuk bekerja sama dengan Posbakumadin Tanjung Redeb, memberikan perlindungan dan pendampingan hukum kepada masyarakat Berau.
Rudi menambahkan, dalam raperda nanti, harus dijelaskan dengan rinci sistem reimbursement penggantian dana pendampingan perkara hukum yang dilakukan anggota Posbakumadin Tanjung Redeb. “Yang utama menurut saya, teknis rembes itu harus jelas, rembes mengganti biaya persidangan, biaya pendampingan yang digunakan saat perkara,” terangnya.
Di tempat yang sama, anggota Komisi II M Yunus, menyambut baik usulan tersebut. Namun menurutnya, dasar pembentukan perdanya harus jelas guna memberi legalitas kepada pemerintah dalam memberikan bantuan dana untuk Posbakumadin Tanjung Redeb.
Senada, anggota Komisi III Warsito, sangat mengapresiasi usulan penyusunan raperda bantuan hukum tersebut. “Ini satu itikad yang sangat mulia untuk memberikan bantuan kepada saudara-saudara kita yang terhimpit masalah hukum,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Untuk itu, Warsito meminta Posbakumadin Tanjung Redeb mencari referensi perda bantuan hukum yang sudah ada di daerah lain, untuk dijadikan rujukan pihaknya mengusulkannya sebagai perda inisiatif dewan. “Saya terus terang sangat mengapresiasi ini,” ujarnya.
Sementara Ketua Umum Peradin Roupan Rambe, menyebut beberapa daerah di Pulau Jawa dan Sumatra sudah banyak yang memiliki perda bantuan hukum. Bahkan, turunan perda seperti peraturan gubernur dan peraturan bupati, juga sudah banyak yang dimiliki daerah-daerah di Pulau Jawa dan Sumatera. “Nanti saya tugaskan Ketua Posbakumadin Tanjung Redeb untuk menyerahkan contohnya ke anggota dewan,” jelas Roupan.
Terkait reimbursement, Roupan tetap meminta agar memperhatikan kondisi keuangan daerah. “Sehingga tetap ada keseimbangan keuangan daerah. Yang penting menyesuaikan keseimbangan keuangan daerah,” imbuhnya. (adv/udi/app)

Sumber : http://berau.prokal.co/read/news/45962-dukung-bantuan-hukum-untuk-masyarakat.html

Kamis, 08 September 2016

Kepala BPHN: Kehadiran Paralegal Sangat Membantu Pelaksanaan Bantuan Hukum di Indonesia



BPHN – Jakarta. Rabu 10 Agustus 2016 Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum menjadi narasumber dalam acara Pertemuan Nasional Paralegal di Auditorium Erasmus Huis Jalan Rasuna Said Jakarta Selatan. Asosiasi  Lembaga Bantuan Hukum APIK Indonesia dan Political Affairs DepartementKedutaan Belanda yang menjadi penggagas acara ini mengundang secara khusus Kepala BPHN guna membicarakanperkembangan kebijakan negara terkait bantuan hukum bagi rakyat miskin dan marginal terutama dikaitkan dengan peran Paralegal.

Kepala BPHN yang juga Ahli Hukum Tata Negara di Universitas Gadjah Mada ini mengawali materinya dengan mengatakan“Pasal 9 huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum berhak  melakukan rekruitmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum.” Pada periode 2013-2015 dengan jumlah OBH (Organisasi Bantuan Hukum) sebanyak 310 dan Jumlah Advokat sebanyak1117 juga memiliki 1018 Paralegal, dan jika kita melihat Periode Akreditasi 2016-2018 maka ada peningkatan menjadi 405 OBH, 2070 Advokat dan 2130 Paralegal. “saya senang pada periode 2016-2018 Paralegal di Indonesia meningkat cukup drastis, dan ini saya anggap sebagai tanda positif bagi dunia hukum dengan keterlibatan secara langsung mahasiswa fakultas hukum yang notabene sebagai generasi penerus dalam penegakan hukum dan dalam hal ini penerus pelaksana bantuan hukum.” Ungkap Kepala BPHN yang telah menjabat selama dua tahun tersebut.

Memang jika kita lihat sebaran OBH, pelaksana bantuan hukum khususnya advokat, dan jumlah paralegal masih sangat belum ideal dibandingkan jumlah penduduk dan letak geografis Indonesia. Idealnya setiap desa memiliki satu orang paralegal yang akan di koordinasikan oleh seorang penyuluh hukum. Jumlah Desa dan Kelurahan di Indonesia ada sekitar 81.253, coba kita hitung baru berapa jumlah paralegal yang ada, angka ini tentunya jauh dari ideal,” ungkap Kepala BPHN.

Kehadiran Paralegal memang sangat membantu dalam pelaksanaan bantuan hukum di Indonesia. Apalagi mengingat bahwa Paralegal dapat melakukan kegiatan bantuan hukum baik litigasi (pendamping advokat) maupun nonlitigasi.

Prof. Dr. Enny Nurabingsih, S.H., M.Hum selaku Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional juga terus berupaya bahwa “BPHN sebagai lembaga yang menyelenggarakan bantuan hukum terus berupaya maksimal dalam Pembinaan Paralegal, Membuat dan menjalankan Standar Kompetensi Paralegal, dan terus berkoordinasi bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa PDTT dalam mewujudkan satu desa memiliki setidaknya satu orang paralegal.” (RSH/RA).

Sumber : http://bphn.go.id/news/2016081102092381/Kepala-BPHN-Kehadiran-Paralegal-Sangat-Membantu-Pelaksanaan-Bantuan-Hukum-di-Indonesia

Kamis, 09 Juni 2016

Sengketa Lahan Siap “Eksekusi” Kembali Muncul


Pius Pati Molan

TANJUNG REDEB – Selain lahan di Jalan Pulau Panjang yang menjadi sengketa, ternyata jauh sebelum itu sudah bergulir kasus sengketa lahan di Jalan Murjani II, Gang Pelangi tepatnya di belakang Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah (STIEM) Tanjung Redeb. Bahkan kabarnya, lahan itu pun telah siap dieksekusi Abdul Galib Cabbang selaku penggugat.
Dikonfirmasi beraunews.com, Kamis (9/6/2016) terkait kebenaran kabar ini, Ketua Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (Posbakumadin) Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redeb, Pius Pati Molan membenarkan hal itu. Dia mengatakan, pihaknya menerima klien dengan perkara sengketa lahan dan laporan tersebut resmi diterima pihaknya tanggal 18 April 2016 lalu.

“Memang kita dapat aduan dan bantaun hukum resmi diterima oleh Posbakumadin pada 18 april lalu,” ujarnya.

Pius menceritakan, awal mula kasus perdata tersebut naik ke persidangan tahun 1985 dengan perkara perselisihan batas lahan antara Abdul Galib Cabbang selaku penggugat dan Daeng Bedu selaku tergugat dengan luas lahan sekitar 2.890 meter persegi. Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tanjung Redeb Nomor 10/pts.pdt/g/1985/pn.tjr tanggal 5 November 1985, Abdul Galib Cabbang dimenangkan selaku pemilik lahan yang sah.

“Kepemilikan lahan Cabbang bermula saat ia menjadi korban kebakaran pada tahun 1978. Pada tahun 1980, Departemen Sosial memberikan lahan untuk digarap dan pihak Kepala Kampung menunjuk kawasan tersebut sebagai lahan yang digarap oleh Cabbang dan diketahui oleh Kantor Agraria. Tak terima dengan putusan PN tersebut, tergugat melakukan langkah hukum banding dalam perkara Nomor 51/1986/pdt.pt.kt/smd tanggal 9 Juli 1986. Lagi-lagi pihak Abdul Galib Cabbang kembali dimenangkan dan putusan tersebut menguatkan putusan PN Tanjung Redeb,” ungkapnya.

Lebih jauh, Pius mengatakan tak puas dengan keputusan tersebut, pihak tergugat kembali mengambil langkah hukum dengan naik ke tingkat Mahkamah Agung (MA) dengan putusan Nomor 3986.K/pdt/1986 dalam perkara kasasi perdata tanggal 5 November 1986 menyatakan Abdul Galib Cabbang kembali dinyatakan sebagai pemilik yang sah atas lahan tersebut.

“Kasus ini sudah sampai ke MA dan pihak penggugat dinyatakan sebagai pemilik sah,” bebernya.

Karena sudah dinyatakan sebagai pemilik sah atas lahan tersebut, pihak penggugat berencana melakukan eksekusi karena di atas lahan tersebut sudah ada tanaman dan beberapa bangunan. Namun, lantaran sudah tak memiliki dana lagi, Cabbang selaku penggugat memutuskan menunda eksekusi itu dan pergi merantau ke Samarinda.

“Pada tahun 1986 itu, ia tinggalkan lokasi lahan tersebut dan di tahun 2014 lalu ia kembali ke Berau sudah mendapati lokasi tanahnya sudah banyak dibangun dan diperjualbelikan. Setelah ia mengetahui adanya bantuan hukum tanpa biaya, maka ia mengadukan kasus ini ke Posbakumadin,” jelasnya.

Berdasarkan laporan itu, Posbakumadin membentuk tim dan akan menelaah kembali perkara perdata yang ada dan saat ini langkah yang diambil mendatangi pemilik bangunan dan memberikan pemahaman atau pendekatan secara persuasif.

“Atas laporan ini, kami sudah buat tim untuk melakukan pengecekan kembali dan menelaah kasusnya. Selain itu, kami juga melakukan pendekatan terhadap pemilik bangunan yang ada agar mereka mengerti dengan putusan yang sudah inkrach van gewijsde (berkekuatan hukum tetap-red),” pungkasnya.(dws)

Kamis, 12 Mei 2016

Bantuan Hukum untuk Warga Binaan

Kamis, 12 Mei 2016 14:43
Bantuan Hukum untuk Warga Binaan

MoU Posbakumadin dan Rutan Kelas IIB Tanjung Redeb

TANDA TANGAN: Ketua Posbakumadin beserta Kepala 
Rutan Kelas IIB Tanjung Redeb, menandatangani MoU, Rabu (11/5).
TANJUNG REDEB - Bertempat di Rutan Kelas IIB Tanjung Redeb, sekitar pukul 10.00 Wita, Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (Posbakumadin) melakukan perjanjian kerja sama melalui penandatanganan memorandum of understanding (MoU), dengan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Tanjung Redeb, guna memberikan bentuan hukum terhadap warga binaan di rutan.
Dalam kegiatan tersebut, Ketua Posbakumadin dan Kepala Rutan menjelaskan maksud dan tujuan MoU tersebut, di hadapan petugas rutan serta warga binaan. Sehingga seluruh warga binaan mengerti akan fungsi Posbakumadin yang direncanakan juga akan berkantor di rutan.

Ketua Pimpinan Cabang, Posbakumadin Tanjung Redeb, Pius Pati Molan, mengatakan MoU ini bertujuan untuk memudahkan warga binaan berkonsultasi terkait permasalahan hukum yang mereka hadapi. Selian itu, tim Posbakumadin bisa memberikan pemahaman hukum terhadap warga binaan yang ada di rutan tersebut.

“Tujuannya jelas agar warga binaan bisa berkonsultasi dengan kami terkait kasus yang mereka hadapi. Selain itu, kita harus beri pemahaman hukum kepada mereka mulai dari awal hingga menuju persidangan,” ungkapnya kepada Berau Post, kemarin.

Dikatakannya, bantuan hukum diberikan secara gratis kepada seluruh warga binaan yang kurang mampu. Sehingga mereka tidak kesulitan untuk memikirkan siapa pendamping mereka dalam menghadapi kasus yang mereka jalani.

“Kita utamakan warga binaan yang ekonominya kurang. Untuk menapatkan bantuan hukum ini sendiri, kita pastikan mereka memiliki indentitas dan juga surat keterangan tidak mampu,” bebernya.
Pius menambahkan, dalam undang-undang sudah jelas dikatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat bantuan hukum. Namun, jika bantuan hukum hanya diberikan saat persidangan, itu dianggap kurang efektif. Sehingga perlu adanya pelayanan yang bisa lebih mendekatkan para terdakwa dengan para pembantu hukum.

“Kalau saat ini, kita akan menempatkan anggota untuk berada di rutan guna menerima sedikit apapun informasi dari para warga binaan ini,” terangnya.

Pius berharap dengan adanya evaluasi tim Posbakumadin beberapa bulan ini, bisa menjadi tolok urkur, sehingga pembelaan bagi para warga binaan lebih profesional dan lebih maksimal.
Di tempat yang sama, Kepala Rutan Kelas IIB Teguh Pamuji, menambahkan dengan adanya MoU tersebut, bisa menjadi sarana bagi warga binaan untuk mendapat bantuan hukum dalam persidangan. Ini menjadi hal yang penting saat mereka tak memiliki biaya untuk membayar para pembantu hukum.
“Kita harap, dengan adanya MoU ini, warga binaan kita bisa memanfaatkannya dengan baik dengan berkonsultasi kepada mereka. Selain itu, semoga mereka ke depannya bisa mendapat keadilan hukum,” pungkasnya. (*/ded/udi)

http://berau.prokal.co/read/news/43515-bantuan-hukum-untuk-warga-binaan.html

Jumat, 01 April 2016

Yurisprudensi Perdata


Yurisprudensi Perdata
Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I

Putusan Ma No.2356 K/Pdt/2008, Tertanggal 18 Februari 2009 Berbunyi : Perjanjian Jual Beli yang dibuat dibawah tekanan & keadaan terpaksa adalah merupakan “Misbruik Van Omstandigheiden” yang dapat mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan, karena tidak lagi memenuhi unsur-unsur Pasal 1320 KUH-Perdata yaitu tidak adanya kehedak yang bebas dari salah satu pihak.

Putusan MA No.665 K/Sip/1973 terbit 1973 berbunyi : “satu surat bukti saja tanpa dikuatkan oleh alat bukti lain tidak dapat diterima sebagai pembuktian”.

Putusan MA No.84 K/Sip/1973 Tanggal 25 Juni 1973 berbunyi : “Catatan dari buku desa (letter C) tidak dapat dipakai sebagai bukti hak milik jika tidak disertai dengan bukti-bukti Lain”.

Putusan MA No.3609 K/ Pdt/1985 dan Putusan MA No.112 K/ Pdt/1996 : Dinyatakan bahwa surat bukti fotocopy yang tidak pernah diajukan atau tidak pernah ada surat aslinya, tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah dan harus dikesampingkan”.

Putusan MA No.126 K/Sip/1976, Tanggal 4 April 1978 berbunyi : “Untuk sahnya jual beli tanah tidak mutlak harus dengan kata yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat pembuat akta tanah, akta pejabat ini hanyalah suatu alat bukti”.

Putusan MA No.554 K/Sip/1976, Tanggal 26 Juni 1979 berbunyi : “Berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10/1961 setiap pemindahan hak atas tanah harus dilakukan dihadapan pejabat akta tanah setidak-tidaknya di hadapan Kepala Desa yang bersangkutan”

Putusan MA No.237 K/Sip/1968 : “Jual beli tanah yang dilakukan terang-terangan di muka Pejabat Desa harus dilindungi”.

Putusan MA No.327 K/Sip/1976 Terbit 1977 Halaman 53-57 Berbunyi : “Ketentuan mengenai sertifikat tanah sebagai tanda atau bukti hak milik tidaklah mengurangi hak seseorang untuk membuktikan bahwa sertifikat yang bersangkutan adalah tidak benar”.

Putusan MA No.4/Sip/1958 tanggal 13 Desember 1958 : “Bahwa ikutnya sertanya Kepala Desa dalam jual beli tanah bukanlah syarat mutlak dalam Hukum Adat, tetapi hanya suatu faktor yang menyakinkan bahwa jual beli yang bersangkutan adalah Sah”.

Putusan MA No.556 K/Sip/1973 tanggal 21 Agustus 1974 yang menyatakan “Kalau objek gugatan tidak jelas, maka gugatan tidak dapat diterima”;

Putusan MA No.1149 K/Sip/1975 tanggal 17 April 1979 yang menyatakan “Karena dalam surat gugatan tidak disebutkan jelas letak/ batas-batas tanah sengketa, gugatan tidak dapat diterima”;
Putusan MA No.1159 K/PDT/1983 tanggal 23 Oktober 1984 yang menyatakan “gugatan yang tidak menyebutkan batas-batas objek sengketa dinyatakan obscuur libel dan gugatan tidak daat diterima”.

Putusan MA No.4 K/SIP/1958 tanggal 19 Desember 1958 yang menyatakan “Bahwa ikut sertanya Kepala Desa dalam jual-beli tanah bukanlah syarat mutlak dalam Hukum Adat, tetapi hanya suatu faktor yang meyakinkan bahwa jual-beli yang bersangkutan adalah SAH.

Putusan MA RI No.81 K/Sip/1971, Tgl 9 Juli 1973, Menyatakan : ”Bahwa karena tanah yang dikuasai Tergugat ternyata tidak sama batas-batas dan luasnya dengan yang tercantum dalam gugatan, maka gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima“.

Putusan MA RI No.663 K/Sip/1971, Tgl 6 Agustus 1971 Jo. Putusan MARI No.1038 K/Sip/1972, Tgl 1 Agustus 1973, Menyatakan : “Turut Tergugat adalah seseorang yang tidak menguasai sesuatu barang akan tetapi demi formalitas gugatan harus dilibatkan guna dalam petitum sebagai pihak yang tunduk dan taat pada putusan hakim perdata.”

Putusan MA RI No.144 K/Sip/1973, Tgl 27 Juni 1973, Menyatakan : “Putusan declaratoir Pengadilan Negeri mengenai penetapan ahli waris/ warisan bukan merupakan nebis in idem”.

Putusan MA RI No.102 K/Sip/1968, Menyatakan : “Bila ternyata pihak-pihak berbeda dengan pihak-pihak dalam perkara yang sudah diputus terlebih dahulu, maka tidak ada nebis in idem”.
Unsur-unsur nebis in idem : Objek tuntutan sama; Alasan yang sama; Subjek gugatan sama.

Putusan MARI No.67 K/Sip/1975, Tgl 13 Mei 1975, Menyatakan : “ Petitum tidak sesuai dengan posita, maka permohonan kasasi dapat diterima dan putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dibatalkan”.

Putusan MA RI No.556 K/Sip/1971, Tgl 10 November 1971 jo Putusan MA RI No. 1245 k/Sip/1974,tgl. 9 November 1976, Menyatakan : “Putusan yang mengabulkan lebih dari yang dituntut, diizinkan selama hal itu masih sesuai dengan keadaan materil, asal tidak menyimpang daripada apa yang dituntut dan putusan yang hanya meminta sebagian saja, sesuai putusan MA No. 339 k/Sip/1969”

Putusan MA RI No.565 K/Sip/1973, Tgl 21 Agustus 1974, Menyatakan : “Kalau objek gugatan tidak jelas, maka gugatan tidak dapat diterima”.

Putusan MA RI No.1149 K/Sip/1979, Tgl 17 April 1979, Menyatakan : “Bila tidak jelas batas-batas tanah sengketa, maka gugatan tidak dapat diterima”.

Putusan MA RI No.753 K/Sip/1973, Tgl 22 April 1975, Menyatakan : “Keberatan yang diajukan Penggugat untuk Kasasi; bahwa Pengadilan Negeri telah menjatuhkan putusan sela yang merupakan putusan provisionil menyimpang dan melebihi dari surat gugatan, sebab tuntutan provisionil semacam itu tidak pernah diajukan oleh Penggugat asal, tidak dapat diterima karena hal itu menyebabkan batalnya putusan judex facti”.
Putusan MARI No.425 K/Sip/1975, Tgl 15 Juli 1975, Menyatakan : “Mengabulkan lebih dari petitum diizinkan, asal saja sesuai dengan posita. Disamping itu dalam hukum acara yang berlaku di Indonesia, baik hukum acara pidana /perdata, hakim bersifat aktif”.

Putusan MARI No.992 K/Pdt/1995, Tgl 31 Oktober 1997, Menyatakan : “Status Keperdataan principal tidak dapat dialihkan kepada guarantor diluar tuntutan pembayaran hutang karena penjamin selamanya adalah penjamin atas hutang prinsipal yang tidak mampu membayar hutang, maka kepada diri guarantor tidak dapat dimintakan pailit, sedangkan yang dapat dituntut hanyalah pelunasan hutang prinsipal”.

Putusan MARI No.126 K/Sip/1976, Tgl 4 April 1978, Menyatakan : “Untuk sahnya jual beli tanah tidak mutlak harus dengan kata yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat pembuat akta tanah, akta pejabat ini hanyalah suatu alat bukti”.

Putusan MARI No.554 K/Sip/1976, Tgl 26 Juni 1979, Menyatakan : “Berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10/1961 setiap pemindahan hak atas tanah harus dilakukan di hadapan pejabat akta tanah setidak-tidaknya di hadapan Kepala Desa yang bersangkutan”.

Putusan MARI No. 204 K/Sip/1973, Tgl 11 Juni 1973, Menyatakan : bahwa suatu surat bukti yang berisi keterangan warisan yang dibuat secara sepihak oleh seorang waris yaitu orang yang mempunyai kepentingandan menjadi salah satu pihak dalam perkara haruslah dikesampingkan”.

Putusan MARI No.964 K/Pdt/1986, Tgl 1 Desember 1988, Menyatakan : “Apabila suatu surat bukti yang diajukan dalam persidangan Pengadilan, yang oleh Hakim tidak dapat disesuaikan dengan aslinya, karena surat aslinya telah hilang, maka apbila foto copy surat bukti tersebut tanda tanganya diakui pihak lawan, maka surat bukti berupa foto copy ini dapat diterima sebagai alat bukti menurut hukum”.

Putusan MARI No. 695 K/Sip/1969, Tgl 12 Agustus 1970, Menyatakan : bahwa seseorang yang bertahun-tahun lamanya menguasai dan tinggal dengan tidak ada gangguan apa-apa dapat dianggap sebagai pemilik tanah itu”.

Jumat, 12 Februari 2016

Perma Mediasi 2016 Tekankan pada Iktikad Baik


Agar keberhasilan proses mediasi di pengadilan umum dan pengadian agama meningkat.



Mahkamah Agung baru saja menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang baru dirilis saat konperensi Asia Pacific Mediation Forum ke-7 di Hotel Santosa Villa & Resort, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Beleid yang diteken pada Ketua MA Hatta Ali pada 3 Februari ini merupakan revisi atau perubahan Perma No. 1 Tahun 2008 yang penerapannya dinilai belum efektif.

Ada beberapa poin penting dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 yang berbeda dengan Perma No. 1 Tahun 2008. Misalnya, jangka waktu penyelesaian mediasi lebih singkat dari 40 hari menjadi 30 hari terhitung. Kedua, kewajiban para pihak menghadiri pertemuan mediasi dengan atau tanpa kuasa hukum, kecuali ada alasan sah. Hal terpenting adanya itikad baik dan akibat hukum (sanksi) para pihak yang tidak beritikad baik dalam proses mediasi.

Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Mediasi MA, Mohammad Noor mengungkapkan ada tiga faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan proses mediasi yakni adanya iktikad tidak baik para pihak, peran kuasa hukum (advokat), dan penjelasan majelis pemeriksa perkara belum optimal yang mengakibatkan para pihak kurang paham proses mediasi.

“Belajar dari kelemahan itu, Perma No. 1 Tahun 2016 ini ditekankan pada itikad baik para pihak dalam rangka keberhasilan proses mediasi. Jadi, ide besar Perma itu bagaimana proses mediasi dilaksanakan dengan itikad baik,” ujar Mohammad Noor di sela-sela acara konperensi Asia Pacific Mediation Forum ke-7 di Hotel Santosa Villa & Resort, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (10/2).

Mohammad Noor melanjutkan pengaturan iktikad baik ini memang sudah ada dalam Perma No. 1 Tahun 2008, tetapi penjabarannya tidak detil. Perma No. 1 Tahun 2016 mewajibkan para pihak beritikad baik ketika bermediasi. Jika tidak, ada akibat hukum bagi yang tidak beritikad baik atas laporan mediator berupa putusan gugatan tidak dapat diterima disertai hukuman pembayaran biaya mediasi dan biaya perkara.

“Seperti, para pihak hadir berturut-turut dalam proses mediasi atau mengajukan usulan perdamaian dan pihak lain menanggapinya, sehingga iktikad baik ini terukur secara obyektif. Model iktikad baik ini kita adopsi yang berlaku di Kanada,” kata dia.

Noor melanjutkan, yang tak kalah penting, majelis hakim pemeriksa perkara berkewajiban menjelaskan prosedur mediasi secara jelas kepada para pihak saat sidang pertama. Termasuk memberi penjelasan dokumen-dokumen persetujuan bermediasi dengan iktikad baik yang harus ditandatangani para pihak.

Perma No. 1 Tahun 2016 juga mengenal kesepakatan sebagian pihak(partial settlement) yang terlibat dalam sengketa atau kesepakatan sebagian objek sengketanya. Berbeda dengan Perma sebelumnya apabila hanya sebagian pihak yang bersepakat atau tidak hadir mediasi dianggap dead lock (gagal). Tetapi, Perma yang baru kesepakatan sebagian pihak tetap diakui, misalnya penggugat hanya sepakat sebagian para tergugat atau sebagian objek sengketanya.

Selebihnya, kata dia, substansi Perma No. 1 Tahun 2016 hampir sama dengan Perma sebelumnya. Misalnya, prosedur mediasi bersifat wajib ditempuh, jika tidak putusan batal demi hukum; mediator bisa dari kalangan hakim ataupun nonhakim yang bersertifikat. Hanya saja, pengaturan Perma Mediasi terbaru cakupannya lebih luas dari Perma sebelumnya.

Misalnya, pengecualian perkara yang bisa dimediasikan lebih luas daripada Perma sebelumnya yakni semua jenis perkara perdata, kecuali perkara Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas keputusan KPPU, BPSK, sengketa parpol, permohonan pembatalan putusan arbitrase, perkara gugatan sederhana, dan lain-lain (Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2016).

Tingkatkan keberhasilan mediasi
Anggota Tim Pokja Mediasi MA lain, Diah Sulastri Dewi menambahkan terbitnya Perma No. 1 Tahun 2016 ini bertujuan meningkatkan keberhasilan mediasi di pengadilan umum dan pengadian agama. Kini, setiap perkara mediasi di pengadilan diharapkan akan terdata dengan baik dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi agar semua perkara yang berhasil maupun tidak berhasil dimediasi tercatat dalam administrasi perkara mediasi. Hal ini dimaksudkan agar setiap pengadilan memiliki database dalam proses mediasi.

“Nantinya, sistem data mediasi terintegrasi dengan sistem penelusuran perkara (Case Tracking System/CTS). Sebelumnya setiap perkara mediasi tidak terdata di setiap pengadilan,” ujar Diah di tempat yang sama.

Wakil Ketua PN Bale Bandung ini menjelaskan Pokja Mediasi MA yang dibentuk sejak 2013 ini telah menunjuk 9 pengadilan negeri dan 9 pengadilan agama sebagai pilot project penerapan prosedur mediasi yang baru. Selama 2015, 18 pengadilan itu cukup berhasil dalam menerapkan proses mediasi dibandingkan sebelumnya. Misalnya, di PN Depok tahun 2015 tingkat keberhasilan 25 persen dari semua perkara yang dimediasi dan Pengadilan Agama Jakarta Utara tingkat keberhasilan mediasi mencapai sekitar 70 persen.

“Mudah-mudahan setelah Perma ini di-launching hari ini, kita segera mensosialisasikan ke setiap Pengadilan Tinggi agar dapat dilaksanakan seoptimal mungkin,” harapnya.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56bc191569359/perma-mediasi-2016-tekankan-pada-iktikad-baik

HUKUM KEPAILITAN

Suatu permohonan pailit umumnya diajukan oleh kreditor yang memiliki tunggakan piutang terhadap debitor. Namun pada dasarnya selain diajukan oleh pihak kreditor, debitor yang bersangkutan juga dapat mengajukan permohonan kepailitan atas dirinya sendiri.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan dan PKPU”), yaitu:
_“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”_
Lalu, dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, tersebut juga disebutkan atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Walaupun dapat diajukan oleh 1 kreditor, namun ketentuan tersebut tidak menghilangkan persyaratan utama dimana agar debitor dapat dinyatakan pailit setidaknya memiliki 2 kreditor.
Jika yang mengajukan permohonan pailit salah seorang kreditor, maka dalam permohonan yang diajukannya perlu menjelaskan adanya kreditor-kreditor lain yang memiliki piutang terhadap debitor tersebut. Selain itu dalam proses pembuktian, kreditor yang berkedudukan sebagai pemohon pailit, harus dapat mengajukan bukti-bukti terkait piutang-piutang yang ada.
Mulai dari bukti terkait piutang yang dimiliki pemohon pailit hingga piutang yang dimiliki oleh kreditor-kreditor lainnya, yang akan dicantumkan dalam permohonan pailit. Hal ini dikarenakan saat permohonan pailit tersebut didaftarkan harus disertai dengan bukti-bukti pendukung yang ada.Prosedur tersebut jelas berbeda dengan pengajuan gugatan perdata biasa, dimana bukti-bukti baru disampaikan pada tahap pembuktian.
Adapun bukti-bukti yang perlu disiapkan antara lain yaitu:
Bukti adanya hubungan hukum (transaksi/kerjasama dan lainnya) antara kreditor (pemohon pailit) dan debitor (termohon pailit). Dapat berupa perjanjian atau kontrak, Purchase Order (PO), dan lain-lain;
Bukti adanya utang-piutang antara kreditor dan debitor, yaitu dapat berupa invoice atau surat tagihan dalam bentuk lain;
Bukti korespondensi telah adanya upaya penagihan dari kreditor kepada debitor, dapat berupa surat penagihan, surat teguran atau somasi; dan
Bukti adanya utang yang dimiliki debitor tersebut kepada 
kreditor lainnya.
Berdasarkan pengalaman kami dalam proses penyusunan dan menyiapkan bukti-bukti pada tahap Pra-Permohonan ini perlu adanya komunikasi dan kerjasama dengan kreditor lain. Hal tersebut mengingat perlu adanya bukti-bukti yang dapat menunjukkan debitor tersebut memiliki utang terhadap kreditor yang lainnya.
Pada dasarnya perkara kepailitan menganut prinsip pembuktian yang sederhana. Yaitu adanya fakta pihak debitor memiliki 2 atau lebih kreditor, serta fakta utang tersebut telah jatuh tempo dan belum dibayarkan. Sedangkan perselisihan mengenai nominal dari utang tersebut tidak membuat permohonan pailit tersebut ditolak oleh pengadilan.
Hal lain yang perlu diingat, berbeda dengan perkara perdata umum, permohonan pailit harus diajukan oleh seorang advokat. Sehingga dalam pengajuan permohonan pailit tidak dapat dilaukan oleh debitor atau kreditor itu sendiri, melainkan harus menggunakan jasa hukum seorang advokat. Hal tersebut sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.
Bila ada sedang menghadapi Kasus Utang Piutang, Anda dapat berkomunikasi dengan kami, dan Kami dapat membantu anda dalam menyelesaikan perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Niaga. Anda dapat menghubungi kami melalui e-mail olan.molang@gmail.com atau +62 813 8459 8007 / +62 821 59514482

Hukum Perdata


RANGKUMAN
POKOK-POKOK HUKUMPERDATA
Prof.Subekti,S.H.


KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Perkataan hukum perdata dalam arti luas meliputi hukum privat materiil yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Dalam arti sempit sebagai lawan hukum dagang seperti dalam pasal 102 Undang-undang Dasar Sementara yang menitahkan pembukuan (kodifikasi) hukum di Negara kita ini terhadap Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Hukum Pidana Sipil maupun Hukum Pidana Militer, Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana, dan susunan serta kekuasaan pengadilan.

Untuk mengerti keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini, perlu kita sekedar mengetahui riwayat politik Pemerintah Hindia Belanda dahulu terhadap hukum di Indonesia.

Pedoman politik bagi Pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 “indishe Staatsregeling” (sebelum itu pasal 75 Regeringreglement) yang dalam pokoknya sebagai berikut :
1)      Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan pidana) harus diletakan dalam kitab-kitab undang-undang yaitu dikodifisir.
2)      Untuk golongan bangsa Eropa dianut perundang-undangan yang berlaku di Negara Belanda (asas konkordansi).
3)      Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan Timur Asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan dan juga diperbolehkan membuat suatu peraturan baru bersama, untuk selainnya harus diindahkan aturan-aturan yang berlaku di kalangan mereka, dan boleh diadakan penyimpangan jika diminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan kemasyarakatan mereka (ayat 2).
4)      Orang Indonesia asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukan di bawah suatu peraturan bersama sengan bangsa Eropa siperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja (ayat 4).
5)      Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam undang-undang bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka yaitu hukum adat (ayat 6).
Perihal kemungkinan untuk menundukan diri pada hukum Eropa telah diatur lebih lanjut di dalam Staatsblad 1917 no.12. Peraturan ini mengenal empat macam penundukan yaitu :
a.      Penundukan pada seluruh hukum perdata Eropa
b.      Penundukan pada sebagian hukum perdata Eropa yang dimaksudkan hanya pada hukum kekayan harta benda saja (vermogensrecht, seperti yang telah dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa
c.      Penundukan mengenai suatu perbuatan hukum tertentu.
d.      Penundukan secara diam-diam menurut pasal 29.
Undang-undang Dasar di negara kita tidak mengenal adanya golongan-golongan warga negara, adanya hukum yang berlainan untuk berbagai golongan itu dianggap janggal. Kita sedang berusaha membentuk suatu kodifikasi hukum nasional. Sementara belum tercapai B.W. dan W.v.K. masih berlaku, tetapi dengan ketentuan bahwa hakim (pengadilan) dapat menganggap suatu pasal tidak berlaku lagi jika dianggapnya bertentangan dengan keadaan jaman kemerdekaan sekarang ini. Dikatakan bahwa B.W. dan W.v.K. itu tidak lagi merupakan suatu Wetboek” tetapi suatu ”rechtsboek”.


SISTEMATIK HUKUM PERDATA

Adanya kitab undang-undang hukum dagang (W.v.K.) disamping kitab undang-undang hukum perdata (B.W.) sekarang dianggap tidak pada tempatnya karena hukum dagang sebenarnya tidak lain dari hukum perdata.

Memang adanya pemisahan hukum dagang dan hukum perdata dalam perundang-undangan kita sekarang ini. Hanya terbawa oleh sejarah saja yaitu karena di dalam hukum Rumawi yang merupakan sumber terpenting dari hukum perdata di Eropa merupakan sumber terpenting dari hukum perdata di Eropa Barat belumlah terkenal hukum Dagang sebagaimana yang terletak dalam kitab undang-undang hukum dagang kita sekarang. Sebab memang dalam perdagangan internasional juga dapat dikatakan baru mulai berkembang dalam abad pertengahan.

Hukum perdata menurut ilmu hukum sekarang ini, lazim dibagi dalam empat bagian :
§  Hukum tentang diri seseorang
§  Hukum kekeluargaan
§  Hukum kekayaan
§  Hukum waris
Bagaimana sistematik yang dipakai oleh kitab Undang-undang Hukum perdata?
B.W. itu terdiri dari empat buku :
§  Buku ke I yang berkepala ”Perihal Orang” memuat hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan;
§  Buku ke II yang berkepala ”Perihal Benda” memuat hukum perbendaan serta Hukum Waris;
§  Buku ke II yang berkepala ”Perihal Perikatan” memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak yang tertentu;
§  Buku ke IV yang berkepala ”Perihal Pembuktian dan lewat Waktu (Daluarsa) memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

   III.        PERIHAL ORANG DALAM HUKUM
Dalam hukum kerkataan orang (person) berarti pembawa hak atau subjek di dalam hukum. Sekarang ini boleh dikatakan bahwa tiap manusia pembawa hak tetapi belum lama berselang masih ada budak belian yang menurut hukum tidak lebih dari suatu barang saja.

Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak mulai dari saat filahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal. Malahan jika perlu untuk kepentingannya, dapat dihitung durut hingga mulai orang itu berada dalam kandungan asal saja kemudian ia dilahirkan hidup, hal mana penting sekali berhubungan dengan warisan-warisan yang terbuka pada suatu waktu, dimana orang itu masih berada di dalam kandungan.

Tiap orang menurut hukum harus mempunyai tempat tinggal. Tempat tersebut dinamakan domicili. Juga badan hukum harus mempunyai tempat kedudukan tertentu.

Biasanya orang mempunyai domicili di tempat kediaman pokok. Tetapi bagi orang yang tidak mempunyai tempat kediaman tertentu, domicili dianggap berada di tempat ia sungguh-sungguh berada. Pengertian rumah kematian yang sering dipakai dalam undang-undang tidak lain seperti ”domicili penghabisan” dari seorang yang meninggal.

Pengertian ini, penting untuk menentukan hukum mana yang berlaku dalam soal warisannya, hakim mana yang berkuasa mengadili perkara tentang warisan itu dan oenting pula berhubung dengan peraturan yang memperkenankan kepada orang-orang yang menghutangkan si meninggal untuk menggugat seluruh ahli waris pada rumah kematian tersebut dalam waktu enam bulan sesudah meninggalnya orang itu.

 HUKUM PERKAWINAN
Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan demikian pasal 26 B.W.
Syarat-syarat untuk dapat sahnya perkawinan, ialah :
1)      kedua pihak harus telah mencapai umur yang ditetapkan dalam undang-undang yaitu untuk seorang lelaki 18 tahun dan untuk seorang perempuan 15 tahun;
2)      harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak;
3)      untuk seorang perempuan yang sudah pernah kawin harus lewat 300 hari dahulu sesudahnya putusan perkawinan pertama;
4)      tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedua pihak;
5)      untuk pihak yang masih si bawah umur, harus ada izin dari orang tua atau walinya.
Sebelum perkawinan dilangsungkan harus dilakukan terlebih dahulu :
§  pemberitahuan tentang kehendak akan kawin kepala Pegawai Pencatatan Sipil yaitu pegawai yang nantinya akan melangsungkan pernikahan.
§  Pengumuman oleh pegawai tersebut tentang akan dilangsungkan pernikahan itu.
Surat-surat yang harus diserahkan kepada Pegawai pencatatan Sipil agar dapat melangsungkan pernikahan ialah :
1)      surat kelahiran masing-masing pihak
2)      surat pernyataan dari Pegawai Pencatatan Sipil tentang izin orang tua, izin mana juga dapat diberikan dalam surat perjanjian sendiri yang akan dibuat itu.
3)      proses verbal dari mana ternyata perantaraan ini dibutuhkan
4)      surat kematian suami atau istri atau putusan perceraian perkawinan lama
5)      surat keterangan dari Pegawai Pencatatan Sipil yang menyatakan telah dilangsungkan pengumuman dengan tiada perlawanan dari sesuatu pihak
6)      dispensasi dari presiden (Menteri Kehakiman) dalam hal ada suatu larangan untuk kawin.
Pada asasnya suatu perkawinan harus dibuktikan dengan surat perkawinan. Hanya apabila daftar-daftar pencatatan sipil telah hilang diserahkan kepada hakim untuk menerima pembuktian secara lain asal saja menurut keadaan yang nampak keluar dua orang lelaki perempuan sapat dipandang sebagai suami istri atau menurut perkataan undang-undang : asal ada suatu ”bezit van den huwelijken staat”.


             HUKUM KEKELUARGAAN
Seorang anak sah ialah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya. Kepastian seorang anak sungguh-sungguh anak ayahnya tentu sukar didapat.

Pembuktian keturunan dilakukan dengan surat kelahiran yang diberikan oleh Pegawai Pencatatan Sipil. Jika tidak mungkin didapatkan surat kelahiran, hakim dapat memakai bukti-bukti lain asal saja keadaan yang nampak keluar, menunjukan adanya hubungan seperti antara anak dengan orang tuanya.

Kekuasaan orang tua (ouderlijke macht)
Seorang anak sah sampai pada waktu ia mencapai usia dewasa atau kawin, berada di bawah kekuasaan orang tuanya, selama kedua orang tuanya terkait dalam hubungan perkawinan. Dengan demikian, kekuasaan orang tua itu mulai berlaku sejak lahirnya anak atau sejak hari pengesahannya dan berakhir pada waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin, atau pada waktu perkawinan orang tuanya dihapuskan.

Kekuasaan orang tua, terutama berisi kewajiban untuk medidik dan memelihara anaknya. Pemeliharaan meliputi pemberian nafkah, pakaian dan perumahan.

Selanjutnya kekuasaan orang tua tidak saja meliputi diri si anak, tetapi juga meliputi benda atau kekayaan si anak itu. Apabila si anak mempunyai kekayaan sendiri, kekayaan ini diurus oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Hanya yaitu mengenai benda-benda tidak bergerak, surat-surat penagihan yang tidak boleh dijual sebelum mendapat izin dari hakim.

Perwalian (Voogdij)
Perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang dibawah umur, yang tidak berasa di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undang-undang. Dengan demikian berada di bawah perwalian; anak yang berada di bawah perwalian adalah :
§  anak yang sah kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua;
§  anak sah yang orang tuanya telah cerai;
§  anak yang lahir di luar perkawinaan.

Pendewasaan (handlichting)
Dalam hal-hal yang sangat penting, adakalanya dirasa perlu untuk mempersamakan seorang anak yang masih si bawah umur dengan seorang yang sudah dewasa, agar anak tersebut dapat bertindak sendiri di dalam pengurusan kepentingan-kepentingannya. Untuk memenuhi keperluan tersebut, diadakan peraturan tentang handlichting ialah suatu pernyataan tentang seorang yang belum mencapai usia dewasa sepenuhnya atau hanya untuk beberapa hal saja dipersamakan dengan seorang yang sudah dewasa.

Permohonan untuk persamakan sepenuhnya dengan seorang yang sudah dewasa, dapat diajukan oleh seorang anak yang sudah berumur 20 tahun kepada presiden, dengan melampirkan surat kelahiran atau lain-lain bukti yang menyatakan, ia telah mencapai umur tersebut. Presiden akan menberikan keputusannya setelah mendapat nasihat dari MA yang untuk itu akan mendengar orang-orang tua anak tersebut dan lain anggota keluarga yang dianggap perlu. Begitu juga dalam hal si pemohon berada dibawah perwalian, wali dan wali pengawas akan didengar juga.

Curatele
Orang yang sudah dewasa, yang menderita sakit ingatan menurut undang-undang harud ditaruh dibawah pengawasan. Selanjutnya diterangkan bahwa seorang dewasa juga dapat ditaruhkan di bawah curatele dengan alasan bahwa ia mengobral kekayaan.

Dalam hal seorang sakit ingatan, tiap anggota keluarga berhak untuk meminta curatele itu, sedangkan terhadap seorang dilakukan oleh anggota-anggota keluarga yang sangat dekat saja. Dalam kedua hal itu seorang suami atau isteri selalu dapat meminta curetele terhadap isteri atau suaminya. Selanjutnya pikirannya sehingga tidak mampu untuk mengurus sendiri kepentingan-kepentingannya, dapat juga mengajukan permohonan supaya menderita sakit ingatan, hingga membahayakan umum. Jaksa diwajibkan meminta curetele bila ternyata belum ada permintaan dari suatu pihak.

Permintaan untuk menaruh seorang di bawah curetele harus siajukan kedapa pengadilan negeri dengan menguraikan peristiwa-peristiwa yang menguatkan persangkaan tentang adanya : alasan-alasan untuk menaruh orang tersebut dibawah pengawasan, dengan disertai bukti-bukti dan saksi-saksi yang dapat diperiksa oleh hakim. Pengadilan akan mendengar saksi-saksi ini, begitu pada anggota-anggota keluarga dari orang yang dimintakan curetele itu dan akhirnya orang itu sendiri akan diperiksa.

Orang yang hilang
Jikalau seorang meninggalkan tempat tinggalnya dengan tidak memberikan kuasa pada seseorang untuk mengurus kepentingan-kepentingannya itu sedangkan kepentingan-kepentingan itu harus diurus atau orang itu harus diwakili, maka atas permintaan orang yang berkepentingan ataupun atas permintaan jaksa, hakim untuk sementara dapat memerintahkan Balai Harta Peninggalan (Wesskamer) untuk mengurus kepentingan-kepentingan orang yang bepergian itu dan dimana perlu mewakili orang itu. Jika kekayaan orang yabg bepergian itu terlalu besar, maka pengurusannya cukup diserahkan juga kepada anggota-anggota keluarga yang ditunjuk oleh hakim. Wesskamer berkewajiban, jika perlu menyegel dulu kekayaan itu, membuat pencatatan tentang benda-benda tersebut dan seterusnya akan diperlakukan menurut peraturan yang berlaku bagi pengurusan harta benda seorang yang masih dibawah umur. Tiap tahun Wesskamer harus pula memberi pertanggungjawab kepada Kejaksaan Negeri setempat.

   VI.        
             HUKUM BENDA
Tentang benda pada umumnya Pengertian yang paling luas dari perkataan benda ”zaak” ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Ada juga pekataan benda itu dipakai dalam arti yang sempit yaitu sebagai barang dapat terlihat saja. Ada lagi dipakai jika yang dimaksudkan kekayaan seseorang.

Undang-undang membagi benda-benda dalam beberapa macam :
§  Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti
§  Benda yang dapat diperdagangkan dan yang tidak dapat diperdagangkan atau diluar perdagangan.
§  Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
§  Benda yang dapat bergerak dan yang tidak bergerak.

Tentang hak-hak kebendaan
Suatu hak kebendaan ialah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Ilmu hukum dan perundang-undangan telah lama membagi segala hak-hak manusia atas hak-hak kebendaan dan hak-hak perseorangan.

Bezit
Suatu hal yang khusus dalam hukum barat ialah adanya pengetian bezit sebagai hak kebendaan disampingnya atau sebagai lawannya pengertian eigendom atau hak milik atas sesuatu benda.

Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaan sendiri, yang oleh hukum siperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.

Perolehan bezit atas benda yang tak bergerak hanya dengan suatu pernyataan belaka, mungkin menurut undang-undang dalam hal-hal berikut :
1.       jika orang yang akan mengambil alih bezit itu sudah memegang benda tersebut sebagai houder.
2.       Jika ornag yang mengoperkan bezit itu, berdasarkan suatu perjanjian dibolehkan tetap memegang benda itu sebagai houder.
3.       Jika benda yang harus dioperkan bezitnya dipegang seorang pihak ketiga dan orang ini degan persetujuannya bezitter lama mengatakan bahwa untuk seterusnya ia akan memegang benda itu sebagai bezitter baru atau kepada irang tersebut diberitahukan oleh bezitter lama tentang adanya pengoperan bezit ini.

Eigendom
Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Seorang yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan merusak) adal saja ia tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain.

Menurut pasal B.W. eigendom hanyalah dapat diperoleh fengan jalan : perjanjian; natrekking; lewat waktu; pewarisan; penyerahan.

Dalam zaman sekarang yang terpenting ialah cara paling akhir disebutkan itu, yaitu penyerahan. Perkataan penyerahan mempunyai dua arti. Pertama perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka. Kedua perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik tersebut nampak dalam pemindahan hak milik atas benda yang tak bergerak karena pemindahan itu tidak cukup dilaksanakan dengan pengoperan kekuasaan belaka, melainkan harus pula dibuat suatu surat penyerahan yang harus fikutip dalam daftar eigendom.

Hak-hak kebendaan di atas benda orang lain :

Erfdienstbaarheid atau servituut
Yang dimaksud dengan erfdienstbaarheid ialah suatu beban yang diletakan di atas suatu pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan lain yang berbatasan.

Hak Opstal
Hak opstal adalah suatu hak untuk memiliki bangunan-bangunan atau tanaman-tanaman di atas tanahnya orang lain. Hak kebendaan ini, dapat dipindahkan pada orang lain dan dapat juga dipakai sebagai jaminan hutang.

Hak Erfpacht
Hak erfpacht adalah suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan seluas-luasnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik orang lain dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun. Semua hak si pemilik tanah dijalankan oleh orang yang memegang Hak Erfpacht dan pengakuan terhadap hak si pemilik hanya berupa pembayaran ”canon” tersebut.

Vruchtgebruik
Vruchtgebruik adalah suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan dari suatu benda orang lain, seolah-olah benda itu kepunyaan sendiri, degan kewajiban menjaga supaya benda tersebut tetap dalam keadaannya semula.

Pand dan Hypotheek
Kedua hak kebendan ini, memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi untuk dijadikan jaminan bagi hutang seseorang. Pandrecht Menurut B.W.


Pandrecht
adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain. Yang semata-mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebu, dengan tujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari pendapatan penjualan benda itu.

Hypotheek
Hypotheek adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tidak bergerak bertujuan mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan) benda itu

Hak reklame
Sebagaimana diterangkan, seorang penjual barang bergerak yang belum menerima pembayaran harga barangnya, mempunyai suatu penagihan yang diberikan kedudukan istimewa atas hasil penjualan barang tersebut,jikalau barang itu masih berada di tangan si berhutang, yaitu si pembeli. Hak tersebut diberikan si penjual barang dengan tidak dibedakan apakah penjualan telah diplakukan dengan tunai atau dengan kredit.

 VII.             HUKUM WARIS
Perihal warisan pada umumnya Menurut undang-undang ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu :
1)      sebagai ahli waris menurut ketentuan undang-undang.
2)      Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament).
Cara yang pertama dinamakan mewarisi menurut undang-undang atau ”ab intestato”. Cara yang kedua dimanakan mewarisi secara ”testamentair”.

Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukumkekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.

Dalam hal mewarisi menurut undang-undang (ab intestato) kita dapat membedakan antara orang-orang yang mewarisi ”uit eigen hoofde” dan ia dikatakan mewarisi ”bij plaatsvervulling”. Jika sebenarnya seorang lain yang berhak atas suatu bagian warisan, tetapi orang itu meninggal lebih dahulu daripada orang yang meninggalkan warisan. Apabila beberapa orang sama-sama mengantikan seseorang makad ikatakan mereka itu mewarisi ” bij plaatsvervulling” karena mereka itu bersama-sama merupakan suatu ”staak” atau cabang. Makin banyak anggota suatu cabang, semakin sedikit bagian masing-masing. Dalam suatu cabang dapat terjadi satu atau beberapa cabang lagi.

Hak mewarisi menurut undang-undang
Siapa yang berhak mewarisi harta peninggalan seseorang diatur sebagai berikut oleh undang-undang. Untuk menetapkan itu, anggota-anggota keluarga si meninggal, dibagi dalam berbagai golongan. Jika terdapat orang-orang dari golongan pertama, mereka itulah yang bersama-sama berhak mewarisi semua harta peninggalan. Sedangkan anggota keluarga lainnya tidak dapat bagian satu pun. Jika tidak terdapat anggota keluarga dari golongan pertama itu, barulah orang-orang yang termasuk golongan kedua tampil ke nuka sebagai ahli waris. Seterusnya, jika tidak terdapat keluarga dari golongan kedua, barulah orang-orang golongan ketiga tampil ke muka.

Menerima atau menolak warisan
Jika terbuka suatu warisan, seorang ahli waris dapat memilih apakah ia akan menerima atau menolak warisan itu, atau ada pula kemungkinan untuk menerima tetapi dengan ketentuan ia tidak akan diwajibkan membayar hutang-hutang si meninggal, yang melebihi bagiannya dalam warisan itu.

Perihal wasiat atau testament
Suatu wasiat ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal. Pada asasnya suatu pernyataan yang demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh orang yang menbuatnya.

Fidei-commis
Fidei-commis ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris dengan ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu waktu apabila si waris itu sendiri telah meninggal, warisan itu harus diserahkan kepada seorang lain yang sudah ditetapkan dalam testament. Orang yang akan menerima warisan terkemudian ini dinamakan ”verwachter”.

Legitieme portie
Sebagaimana telah diterangkan, para ahli waris dalam garis rancang baik ke bawah maupun ke atas, berhak atas suatu ”legitieme portie” yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninngalkan warisan. Dengan kata lain mereka itu tidak dapat ”onterfd”.

Perihal pembagian warisan
Jika beberapa orang waris bersama-sama memperoleh suatu warisan, maka awarisan ini tentunya pada suatu waktu akan dibagi. Peraturan-peraturan yang temuat dalam buku II B.W. perihal boedelscheiding (pasal 1066 dsl) oleh undang-undang ditetapkan berlaku untuk segala macam pembagian dari tiap kekayaan bersama yang belum terbagi. Jadi tidak saja untuk pembagian warisan tetapi juga misalnya untuk pembagian kekayaan bersama yang terjadi karena perkawinan atau karena beberapa orang bersama-sama telah mendirikan suatu persekutuan dagang. Karena itu, perkataan ”boedel-scheiding” dapat diartikan sebagai suatu perbuatan hukum yang bermaksud untuk mengakhiri suatu keadaan, dimana terdapat suatu kekayaan bersama yang belum terbagi.

Executeur-testamentair dan bewindvoerder
Orang yang akan meninggalkan wrisan, berhak untuk menunjuk seorang atau beberapa orang executeur-testamentair atau pelaksana wasiat yang ditugaskan mengawasi bahwa surat wasiat itu sungguh-sungguh dilaksanakan menurut kehendak si meninggal. Penunjukan tersebut, dapat dilakukan di dalam surat wasiat sendiri.

Orang yang akan meninggalkan warisan berhak pula dalam surat wasiatnya atau dalam suatu akte notaris khusus menentukan bagian warisan salah seorang ahli waris atau benda yang diberikannya kepada seorang legataris selama hidupnya ahli waris atau legataris tersebut atau suatu waktu tertentu ditaruh bawah kekuasaan seorang bewindvoerder yang ditugaskan untuk mengurus kekayaan itu sedangkan ahli waris atau legataris tersebut hanya dapat menerima penghasilannya saja dari kekayaan tersebut.

Harta peninggalan yang tidak terurus
Jika ada suatu warisan terbuka dan tiada seorang pun yang tampil ke depan sebagai ahli waris atau orang-orang yang terkena sebagai ahli waris semuanya menolak warisan itu, maka harta peninggalan itu dianggap tidak terurus. Dalam hal yang demikian, Balai Harta Peninggalan dengan tidak usah menunggu perintah dari hakim, wajib mengurus warisan itu dan waktu mengambil pengurusan warisan itu Weeskamer harus memberitahunya kepada kejaksaan negeri setempat.

VIII.            HUKUM PERJANJIAN
Perihal perikatan dan sumber-sumbernya Buku III B.W. berjudul ”perihal Perikatan”. Perkataan perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian.sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian yaitu perihal perikatan yang timbul dari hal yang melanggar hukum dan perihal perikatan yang timbul adari pengurus kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan. Adapun yang dimaksud dengan perikatan oleh Buku III B.W. itu ialah: suatu hubungan hulum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut banrang sesuatu dari yang lainnya sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.

Sistem Buku III B.W.
Buku III B.W, terdiri atas suatu bagian umum dan suatu bagian khusus. Bagian umum memuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Bagian khusus memuat peraturan-peraturan mengenai perjanjian-perjanjian yang banyak dipakai dalam masyarakat dan yang sudah mempunyai nama-nama tertentu misalnya jual beli, sewa menyewa, perjanjian perburuhan, maatschap, pemberian dsb.

Macam-Macam Perikatan
Bentuk perikatan yang paling sederhana ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya disamping bentuk yang paling sederhana itu terdapat berbagai macam perikatan lain yaitu:
1)      Perikatan bersyarat (Voorwaardelijk)
2)      Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (Tijdsbepaling)
3)      Perikatan yang membolehkan memilih (Alternatief)
4)      Perikatan tanggung menanggung (Hoofdelijk atau solidair).
5)      Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dibagi.
6)      Perikatan dengan penetapan hukuman (Strafbeding)

Perikatan-perikatan yang lahir dari Undang-Undang
Sebagaimana telah diterangkan, suatu perikatan dapat lahir dari undang-undang atau dari persetujuan. Perikatan-perikatan uang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas :
1)      yang lahir dari undang-udang saja
2)      yang lahir dari undang-undang karena perbuatan seorang, sedangkan perbuatan orang ini dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan, atau yang melanggar hukuman (onrechtmatig)
Yang dimaksud dengan perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang saja ialah perikatan-perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan. Jadi yang terdapat dalam B.W. misalnya kewajiban seorang anak yang mampu untuk memberikan nafkah pada orang tuanya yang berada dalam keadaan kemiskinan.
Perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian
Untuk suatu perjanjian yang sah harus terpenuhi empat syarat yaitu :
1)      perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan diri
2)      kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3)      suatu hal tertentu yang diperjanjikan
4)      suatu sebab (”oorzaak) yang halal, artinya tidak terlarang (pasal 1320).
Perihal resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa
Kata resiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada suatu kejadian di luar kesalah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian. Bagaimana resiko ini dalam B.W.?
Pasal 1237 menetapkan bahwa dalam suatu perjanjian mengenai pemberian suatu barang tertentu, sejak lahirnya perjanjian itu barang tersebut sudah menjadi tanggungan orang yang berhak menagih penyerahannya. Yang dimaksudkan oleh pasal tersebut ialah suatu perjanjian yang meletakan kewajiban hanya pada suatu pihak saja, misalnya suatu schenking. Jadi jikalau seseorang menjanjikan akan memberikan seekor kuda dan kuda ini sebelum diserahkan mati karena tersambar petir, maka perjanjian dianggap hapus. Orang yang harus menyerahkan kuda bebas dari kewajiban untuk menyerahkan. Ia pun tidak usah memberikan sesuatu kerugian dan akhirnya yang menderita kerugian ini ialah orang yang akan menerima kuda itu.

Apakah yang dapat dituntut dari seorang debitur yang lalai?
Si berpiutang dapat memilih antara berbagai kemungkinan.

Pertama, ia dapat meminta pelaksanaan perjanjian meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat.

Kedua, ia dapat meminta penggantian kerugian saja yaitu kerugian yang dideritanya karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya.

Ketiga, ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.

Keempat, dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan permintaan penggantian kerugian.

Prof.Subekti.SH    Cetakan XXXI